GIANYAR, BALIPOST.com – Memasuki tahun yang baru, masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu tentu tidak bisa terlepas dari Kalender Bali. Hal ini penting untuk mengetahui rerahinan, hingga dewasa ayu pelaksanaan upacara yadnya.
Di balik lengkapnya kalender Bali tentang informasi padewasan, ada seorang pengarang atau penyusun yang mengkonsep secara detail dan akurat, yakni I Wayan Bangbang Gde Wisma yang pada usia 81 tahun ini telah merampungkan konsep kalender hingga tahun 2100.
Dikarenakan usia yang kian menua, I Wayan Bangbang Gde Wisma kini menyerahkan konsep tahun selanjutnya kepada anak keempatnya I Ketut Bangbang Sparsadnyana. “Kemampuan ayah saya dalam mengarang kalender diwariskan secara turun temurun dari sang Kakek yakni Wayan Bangbang Gede Geriya,” ujar Ketut Bangbang Sparsadnyana ditemui di kediamannya, Banjar Cemenggaon, Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Senin (1/1).
Ia mengisahkan kemampuan pertama kakeknya, Wayan Bangbang Gede Geriya didapatkan saat menjadi penyeroan di Griya setempat. Dikatakan zaman dahulu penguasaan wariga dan dewasa ayu ini belum tertuang dalam kalender. “Ketika akan mencari hari baik, masih harus buka catatan yang tebal,” ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, pengetahuan sang kakek secara otomatis diturunkan kepada anaknya yakni Wayan Bangbang Gde Wisma. Melalui generasi yang kedua inilah, segala pengetahuan tentang wariga ini dikukuhkan dalam bentuk kalender.
Namun hal tersebut bukan berdasarkan keinginan Bangbang Gde Wisma, melainkan karena desakan keluarga dan saudara terdekat. “Ayah saya sejatinya tak pernah ada keinginan untuk membuat kalender. Tapi karena desakan keluarga, akhirnya beliau setuju. Dengan catatan beliau hanya memberikan konsep, untuk cetak dan penjualan diserahkan kepada salah satu saudara asal Karangasem,” kenangnya.
Disinggung kehadiran pengarang kalender lain, ia mengaku tak merasa khawatir. Sebab pada prinsipnya, keluarga Bangbang ini bekerja secara ikhlas, jujur, dan apa adanya. Kalender I Wayan Bangbang Gde Wisma pun sudah punya pangsa pasar tersendiri, selain karena lengkap juga karena mudah dipahami.
Mengonsep satu tahun kalender, Bangbang Gde Wisma cukup menghabiskan waktu beberapa hari saja. “Dulu, bapak punya banyak waktu untuk memikirkan rumus-rumus kalender ini. Sehingga dalam sebulan, bisa mengkonsep 2 tahun kalender. Tapi tidak selamanya seperti itu, karena bapak bekerja sesuai keinginannya. Kalau sudah dirasa cukup, ya bapak istirahat,” jelasnya.
Dijelaskan memasukkan detail segala informasi dalam buku catatan ke selembar kertas sebagai bahan kalender, terlebih dahulu yang dipasang adalah pawukon atau wuku yang jumlahnya 30 wuku mulai dari Sintha sampai Watugunung. Selanjutnya, ditambahkan Saptawara atau hari mulai dari Redite sampai Saniscara.
Setelah itu, barulah ditentukan rerainan Purnama dan Tilem berdasakan rumus tertentu. Dari sana, kemudian ditentukan kala-kala yang mempengaruhi hari. “Kala-kala itu 200 jumlahnya, tidak semua bisa dihafal,” jelasnya.
Memahami baik buruknya hari, Ketut Sparsadnyana pun otomatis bisa menebak watak atau perilaku seseorang. Semisal, kelahiran pada wuku watugunung yang dewanya Anantaboga sebagai sumber daripada kehidupan. “Artinya, orang yang lahir pada wuku watugunung tidak akan kekurangan apa-apa dan suka memberi kepada orang lain yang membutuhkan,” tandasnya. (Manik Astajaya/balipost)