MANGUPURA, BALIPOST.com – Kasus difteri merupakan masalah serius. Hingga saat ini KLB difteri telah terjadi di 28 provinsi, 142 kabupaten/kota di Indonesia. Kasus difteri ini merupakan yang terbesar di dunia.
Meskipun sebelumnya Rusia pernah menjadi KLB difteri terbesar, namun itu hanya terjadi di 12-13 provinsi. Sedangkan di Indonesia, difteri KLB terjadi di 29 provinsi.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr.dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K), FAAP mengatakan tidak mau menyembunyikan kasus difteri. Tujuannya, agar kasus ini cepat mendapat penanganan.
Salah satunya dengan Outbreak Response Immunization (ORI). ORI boleh dilakukan meski ada satu kasus positif.
Ketua IDAI Cabang Bali, Dr.dr. I Gusti Lanang Sidiartha, Sp.A (K) menyampaikan secara teori, cakupan imunisasi suatu daerah lebih dari 90 apalagi 95 persen sebenarnya bisa melindungi komunitas lainnya. Sementara cakupan imunisasi di Bali di atas 95 persen. Tergantung juga kekuatan kuman-kuman yang datang. “Meskipun datang dari luar dan dinyatakan positif, kita juga harus lakukan kegiatan ORI untuk seluruh masyarakat kita dengan sasaran 1-19 tahun untuk memperkuat kekebalan,” ujarnya.
Jika tidak ada difteri yang positif, ORI bisa dijalankan. “Misalnya untuk orang-orang yang belum imunisasi sama sekali, kita ulang. Dan kasus seperti ini sudah ada yang datang. Ternyata dia memang betul tidak imunisasi,” ungkapnya. Dengan demikian dilakukan imunisasi dasar lagi dengan melihat usianya saat ini.
Jika usia di bawah 5 tahun, akan diberikan vaksin seperti anak di bawah 1 tahun sebanyak 3 kali. Jika usianya 5-7 tahun diberikan vaksin yang agak berbeda yaitu Dt. Namun jika usianya di atas 7 tahun diberikan vaksin Td.
Mengantisipasi terjadinya difteri di Bali, tahun 2017 Dinas Kesehatan Provinsi Bali telah meminjam 4 vial Anti Difteri Serum (ADS) pada Dinas Kesehatan Surabaya. Kepala Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. Gede Wira Sunetra, MPPM mengatakan, meski telah meminjam 4 ADS, namun belum digunakan karena dari suspect difteri, tidak ada yang positif.
Pemberian ADS sangat selektif. “Harus ada yang positif dulu, baru kita berikan ADS,” ujarnya. Bali meminjam ADS di Dinkes Surabaya karena di Surabaya 2-3 tahun KLB difteri. Menurutnya ADS yang tidak segera digunakan akan menjadi mubazir. Sehingga peminjaman ADS dilakukan jika ada kasus positif. Satu vial ADS bisa digunakan dalam beberapa kali suntik. (Citta Maya/balipost)