NEGARA, BALIPOST.com – Kendati dilarang, penggunaan alat tangkap menggunakan jaring krakat (beach seine) di pesisir Jembrana nampaknya masih digunakan. Jaring yang oleh nelayan Jembrana disebut jaring “pakis” ini sistem penangkapannya dengan ditebar di laut kemudian ditarik oleh puluhan orang dari pinggir pantai.
Jaring jenis ini kini telah dilarang oleh pemerintah karena dinilai merusak ekosistem perairan. Cara kerja jaring semacam ini cenderung menyapu seluruh isi laut, termasuk merusak terumbu karang.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jembrana Made Widanayasa mengatakan operasional jaring semacam ini memang dulu sering dilakukan. Tetapi sejak dilarang, HNSI bersama Dinas Kelautan, Perikanan dan Perhubungan telah melakukan sosialisasi larangan penggunaan jaring pakis tersebut.
Para nelayan ini juga bantuan keramba jaring apung, sebagai pengganti penghasilan mereka. Sehingga tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan peluang baru melalui keramba jaring apung.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan, Perikanan Dan Perhubungan Jembrana Made Dwi Maharimbawa mengatakan terkait penertiban jaring pakis wewenangnya ada pada Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bali. Pemerintah Kabupaten menurutnya memiliki kewenangan di bidang budidaya.
Jaring pakis ini dilarang lantaran dinilai merusak ekosistem perairan. Ukuran mata jaring yang kecil membuat semua ikan di sekitar jaring pakis ini terjaring. Bahkan hingga yang kecil sehingga menghambat perkembangbiakan di laut.
Penggunaan jaring ini melibatkan sekitar 10 hingga 13 nelayan untuk menebar jaring dan menarik dari tepian pantai. Rata-rata, panjang jaring yang ditebar mencapai 200 meter dari pantai, bahkan hingga satu kilometer ketika ikan di perairan sepi. Namun resikonya, semakin panjang jaring, semakin lama menarik. (Surya Dharma/balipost)