Merosot
Harga dulang belakangan ini kian merosot akibat semakin ketatnya persaingan di pasaran. (BP/nan)

BANGLI, BALIPOST.com – Harga dulang belakangan ini kian merosot. Hal itu dipicu akibat semakin banyaknya pengerajin yang membuat persaingan di pasaran semakin ketat. Hal itu diungkapkan seorang perajin dulang, Sang Biyang Areni, diwawancarai di kediamannya, di Banjar Tegal Asah, Tembuku, Bangli, Minggu (7/1).

Biyang Areni mengungkapkan, harga dulang belakangan ini diakuinya memang merosot. Kata dia, merosotnya harga dulang disebabkan akibat semakin ketatnya persaingan di pasaran lantaran jumlah pengerajin yang menggelut kerajian dulang jumlahnya terus bertambah.

“Penjualan dulang sekarang ini memang lesu sekali. Sekarang ini cukup sulit memasarkan kerajinan yang dibuat saking banyaknya warga yang menggeluti kerajin ini. Sekarang kerajinan sampai menumpuk belum terjual,” ungkapnya.

Ditambahkan Biyang Areni, untuk penjualan hasil kerajinannya, terkadang ada pengepul langganannya yang mengambil ketempatnya. Namun, kadang dirinya membawakan langsung ke tempat langganannya sekaligus menjual hasil kerajinannya.

Baca juga:  ASDP Siap Hadapi Persaingan Global

Dijelaskan, sekarang ini dirinya mempunyai langganan di sejumlah kabupatan/kota di Bangli mulai dari Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, Singaraja, Karangasem. Sedangkan untuk di luar Bali langganan berasal daerah transmigrasi seperti dari Lombok, Sulawesi, dan Sumatera.

“Untuk di Wiayah Bali hanya di Klungkung dan Negara saja saya tidak ada langganan. Karena di sana sudah ada pengerajin yang menyalurkan kerajinnya ke daerah itu. Sementara untuk ada pelanggan setia di Sumatera sudah ada yang meninggal. Tadi masih ada beberapa pelanggan di luar Bali yang masih  menjadi pelanggan sampai saat ini,” terangnya.

Dijelaskannya, untuk harga dulang yang besar berbahan fiber, kata Biyang Areni sekarang ini hanya dijual segarga Rp 250 ribu, sedangkan sebelumnya dijual dengan harga Rp 450 ribu. “Kalau dulang ukuran tanggung dan kecil harganya berpariasi dari Rp 14 ribu sampai Rp 200 ribu. Kalau dulang berbahan kayu albesia harga sedikit lebih murah dari fiber,” katanya.

Baca juga:  Dari Senpi Rakitan Sampai Bong, BB 8 Perkara Prajurit Kodam Udayana Dimusnahkan

Untuk bisa terus bisa bersaing dengan pengerajin lainnya, dirinya harus membuat terobosan berupa inovasi atau model terbaru, agar kerajinan yang dibuat berbeda dengan pengerajin yang lainnya. Sehingga, hasil karyannya bisa terus dilirik oleh langganannya. Karena jika tidak ada inovasi, maka diakuinya sulit bisa bersaing dengan pengerajin yang lainnya.

“Harus bisa buat inovasi design yang beda mengikuti mode. Kalau tidak begitu, bisa kalah saing dengan hasil karya pengerajin lain. Dan bisa-bisa ditinggal oleh pembeli maupun pelanggan, ”paparnya sembari menyataan pada intinya agar usaha kerajinan yang digeluti puluhan tahun ini bisa terus bertahan, meski sedikit mendapatkan keuntungan.

Baca juga:  Melasti di Tengah Pandemi, Utamakan Tatwa Tanpa Meninggalkan Tradisi

Dikatakannya, Biyang Areni, sekarang ini pihaknya hanya memiliki sekitar 10 anak buah untuk mengerjakan kerajinan dulang. Sementara sebelumnya dirinya sempat sampai memiliki sekitar 20-an buruh. Namun, seiring berjalannya waktu jumlah buruh yang dimikili terus berkurang.

“Mereka memilih menggeluti usaha kerajian dulang secara mandiri. Itu dilakukan mengingat upah yang didapat sebagai buruh tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin tinggi. Maka dari itu, mereka memilih menggeluti usaha secara mendiri. Mungkin dengan membuka usaha mandiri, mereka bisa mendapatkan penghasilan lebih,” tegas Biyang Areni. (eka prananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *