Ilustrasi. (BP/dok)

Oleh Komang Eri Jayanti

Segala tindakan yang telah dilakukan secara sadar pasti memiliki arah dan tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dengan pendidikan. Seorang yang sedang menempuh pendidikan tentunya memiliki harapan yang hendak dicapainya, dalam hal ini adalah sebuah kelulusan dan sertifikat hasil belajar berupa ijazah.

Mengenai proses pendidikan maupun keluaran atau output yang diperoleh setelah peserta didik menyelesaikan studi di lembaganya masing-masing, selembar ijazah pendidikan tinggi terutama bukti gelar sarjana, seperti sudah menjadi hal utama dari pendidikan itu sendiri. Padahal, pendidikan yang sesungguhnya tidaklah hanya sekadar itu saja. Kenyataannya, itu tidaklah cukup dan belum menjamin keberhasilan dalam dunia kerja nantinya. Hal ini tentunya memberikan dampak yang kurang baik bagi alumni itu sendiri.

Baca juga:  BOSDa Provinsi, Berkah Bagi SMA/SMK Swasta

Para alumni yang tidak memanfaatkan waktu belajarnya dengan baik dan hanya mengandalkan kelulusan serta berbekal ijazah saja, dirasa kurang siap mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang akan diembannya dalam dunia kerja. Para alumni akan mengalami pertentangan batin jika yang dipelajarinya tidak sesuai dengan kenyataan, tidak adanya teladan yang dijadikan panutan akan membuat mereka ragu-ragu untuk berkiprah dalam menghadapi kehidupannya.

Mereka yang terbiasa santai tidak bisa berfikir kritis dalam menghadapi masalah, maka kecil kemungkinan untuk dapat menemukan solusi sendiri. Kalau pertentangan batin berlangsung lama dan tidak terselesaikan, maka akan berpengaruh dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2016, di Indonesia ada (567.235 orang) dari total pengangguran yang merupakan alumni perguruan tinggi bergelar sarjana dan mengalami peningkatan sebanyak (39.704 orang) hingga Februari 2017 dengan jumlah (606.939 orang). Beberapa faktor bisa saja menjadi penyebabnya, diantaranya; kurangnya lapangan pekerjaan, tidak jarang ditemukan alumni yang kurang berkwalitas, keadaan ini tidak lain karena proses pendidikan hanya dianggap datang dan menerima tanpa terlalu mau memahami apa yang dipelajari.

Baca juga:  Empat Guru PPPK di Tabanan Gagal Dilantik

Padahal jika disadari bahwa pendidikan sesungguhnya merupakan proses untuk mengembangkan kepribadian supaya menjadi manusia cerdas, cakap intelektual, kreatif, inovatif sekaligus bermartabat (bermoral) yang semuanya ini juga melibatkan berbagai pihak yaitu lembaga formal (sekolah), lingkungan rumah/keluarga, dan lingkungan teman atau kelompok sebaya, yang semuanya akan menentukan sikap maupun perilaku sebagai manusia terdidik. Orientasi pendidikan yang tidak hanya mengacu pada ijazah dan sekadar lulus tentunya akan menjadikan seorang peserta didik memilki wawasan/pengetahuan luas, kepribadian kuat, integritas sosial tinggi, dan bertanggung jawab karena ditempa oleh berbagai aspek yang melingkupinya. Setidaknya kecerdasan kognitif (knowledge), afektif, dan psikomotorik yang dimiliki paserta didik dalam hal ini bisa dijadikan bekal untuk “pra seleksi kerja” di kemudian hari, serta mampu mengurangi jumlah pengangguran yang kemudian bisa mempertanggungjawabkan gelar yang telah diraih.

Baca juga:  Made Nanda Adi Saputra, Juara I Lomba Nyurat Lontar

Dengan kata lain, bagaimana seorang mampu merealisasikan apa yang telah dipelajarinya dan tidak hanya mengacu atau mengandalkan ijazah atau kelulusannya saja.

Penulis, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Dwijendra

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *