DENPASAR, BALIPOST.com – Vaksin JE (Japanese Encepalitis) yang semula dijadwalkan pada September 2017, kini dipastikan akan dilakukan pada Maret-April 2018. Vaksin telah didistribusikan ke Indonesia.
Bali menjadi pilot project pemberian vaksin JE karena setiap tahun selalu ada kasus JE. Berdasarkan data tahun 2016, terdapat 246 kasus suspect JE. Sebanyak 17 diantaranya positif. Tahun 2017 kasus suspect JE sebanyak 181 kasus, 4 diantaranya positif.
“Awalnya September-Oktober 2017, karena vaksin baru datang di Indonesia akhir November, kesepakatan Kemenkes menjadi Maret-April 2018,” kata dr. I Gusti Ayu Raka Susanti, M.Kes., Kasi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Senin (8/1).
Ia memastikan jadwal pemberian vaksin pada bulan tersebut karena vaksinnya memang sudah datang. Sebelumnya, pemberian vaksin JE diundur. Hal itu karena proses administrasi vaksinnya dari Chengdu belum selesai. “Kabupaten/kota dalam hal pelaksanaan sudah siap,” tandasnya.
Dari tahun 2017, sudah dilakukan sosialisasi. Sementara tahun ini, akan dilakukan training untuk petugas puskesmas dan sosialisasi kembali.
Jumlah sasaran vaksin JE dari usia 9 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun dengan jumlah 962.810 anak. Setelah project vaksin JE selesai, pada September dan Oktober 2018, Bali juga akan menerima imunisasi MR.
Principal investigator JE yang juga dokter spesialis anak konsultan saraf anak RSUP Sanglah, Dr. dr. I Gusti Ngurah Made Suwarba, Sp.A (K)., mengatakan Maret-April 2018 akan dilakukan introduksi vaksin JE di Bali. “Semoga tidak ada halangan lagi, dan vaksin sudah ready,” harapnya.
Dari hasil surveilans kasus Japanese Encephalitis (JE) yang dilakukan sejak 2011, ditemukan kasusnya setiap tahun terus meningkat. Surveilans yang lebih intensif dilakukan di Bali sehingga di Bali kasus JE juga banyak ditemukan.
Pada awalnya Kemenkes menetapkan surveilans JE sebagai program rutin untuk dilakukan di 7 provinsi. Namun tahun 2016, Kemenkes meluaskan cakupan surveilans menjadi 11 provinsi. Sehingga kasus JE yang awalnya dianggap sebagai isu lokal Bali, kini mendapat perhatian khusus dari Kemenkes.
Kasus JE sangat penting untuk diketahui masyarakat karena angka kasusnya semakin banyak dan angka kematiannya tinggi yaitu 30 persen. Artinya, orang yang terinfeksi positif JE, 30 persen meninggal. Sisanya, hidup dengan kecacatan dari sedang sampai berat. “Sembuh hampir tidak ada. Yang ada cacat ringan, itu pun sedikit. Cacat ringan misalnya gangguan konsentrasi, setelah beberapa tahun bisa menjadi epilepsi, kecerdasan berkurang. Dia kelihatan sehat, bisa berjalan tapi kecerdasannya tidak sebaik kalau tidak terkena JE,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)