AMLAPURA, BALIPOST.com – Warga Desa Pakraman Timbrah, Desa Pertima, Karangasem, kembali menggelar ritual nyaga di masing-masing tulukan (ujung deretan rumah) pemukiman warga, Rabu (10/1). Ritual ini dilaksanakan enam hari menjelang pelaksanaan usaba muhu-muhu, 16 Januari nanti. Ritual nyaga ini sebagai bagian tahapan ritual Usaba Muhu-muhu yang digelar setiap tahun sekali. Ritual ini dimaksudkan sebagai caru untuk nyomia buta kala. Selain itu juga sekaligus pertanda “penyengker dina” atau metuhun buah, bahwa selama seminggu ke depan, tidak boleh ada ritual lain di wewidangan desa pakraman sampai puncak pelaksanaan aci Usaba Muhu-muhu.
Pelaksanaan ritual ini selalu mengundang perhatian. Sebab, sarana yang dipakai cukup unik. Sarananya dibuat khusus oleh perwakilan warga dari satu deretan perumahan secara bergiliran. Seperti lahapan banten, yang tersusun dari kayu sakti atau kayu dapdap, dihiasai daun enau atau ambu, pelepah pohon kelapa dan pelocokan yang dibuat dari bambu. Sedangkan, sarana bebantenannya, seperti banten nasi tebogan, panyeneng, canang bayuhan, sesayut, teterag, peradegan hingga pecaruan atau segehan nasi kepelan. Sarana nyaga dan bebantenan ini, saat ritual berlangsung kapuput buyut dan pemangku yang menyebar ke setiap tulukan pemukiman warga di timur, tengah dan barat pusat desa adat.
Warga setempat setiap tahun sangat antusias melaksanakan ritual ini. Setidaknya, itu terlihat dari sarana dan bebantenan yang sudah disiapkan warga sejak dua hari menjelang pelaksanaan aci nyaga ini. Sementara, sarana bebantenannya, kemudian sudah siap sejak siang hari setelah ada arahan dari prajuru desa melalui pengeras suara. Maka, sejak siang hari sarana lahapan lengkap dengan bebantenannya sudah terbaria rapi di setiap ujung-ujung gang perumahan warga setempat. Pemandangan ini, kadang menyita perhatian warga dari desa lain yanh sekadar lewat, maupun turis asing.
Klian Desa Pakraman Timbrah, Wayan Sukertha, mengatakan ritual nyaga ini dilaksanakan memang untuk nyomia buta kala dalam tingkatan yang lebih kecil, sebelum dilaksanakannya Usaba Muhu-muhu dengan tingkatan caru yang lebih tinggi. Usaba Muhu-muhu tersebut, sebagai ritual caru desa pakraman dengan sarana kerbau, guna menyomiakan buta kala di wewidangan desa pakraman. Tujuannya, agar warga desa senantiasa diberikan keselamatan dan kesejahteraan. “Saat Usaba Muhu-muhu nanti, pihak desa adat akan menggunakan sarana kerbau untuk caru desa,” kata Sukertha.
Saat pelaksanaan Usaba Muhu-muhu ini nanti, warga setempat akan melaksanakan persembahyangan bersama di Pura Dalem Tengah, sekaligus menjadi lokasi yang dipusatkan untuk caru desa. Usaba Muhu-muhu tiap tahun selalu disambut antusias warga setempat. Ini terlihat dari mayoritas warga yang dari perantauan, secara khusus pulang kampung sejenak untuk ikut bersama-sama melakukan persembahyangan. Pada akhir ritual, seluruh warga Desa Pakraman Timbrah akan nglungsur atau magibung bersama, setelah pelaksanaan caru desa. Magibung ini akan dipusatkan di masing-masing Bale Pauman hingga Wantilan. Tradisi magibung ini sebagai upaya desa pakraman untuk terus mempererat hubungan persaudaraan di antara warga setempat. (bagiarta/balipost)