SINGARAJA, BALIPOST.com – Dipicu proses pemilihan Kepala Urusan (Kaur) yang diduga tidak transparan memicu aksi protes sejumah warga Desa Petandakan, Kecamatan Buleleng Kamis (11/1). Warga menduga kalau pemilihan kaur sekitar tahun 2015 yang lalu itu diwarnai praktek membayar uang suap senilai Rp 17 juta.
Warga yang tidak puas kemudian menggelar aksi damai dengan memasang beberapa lembar spanduk berukuran sekitar 80 kali 80 centi meter. Sekitar pukul 08.00 Wita warga mulai memasang spanduk itu di sejumlah tempat di wilayah desa. Aksi ini mengundang perhatian warga hingga sejumlah personel intel turun ke lokasi peristiwa.
Pada lembar spanduk terdapat tulisan “Pemberitahuan, kepada segenap warga Desa Petandakan, bahawasannya tentang perekrutan Kaur ada calon yang bermain, yaitu : Saudara Made Atep sudah menerima uang sebesar Rp 17 juta, dari Luh Sari, istri dari Ketut Lanus. Pertanyaannya: kok bisa masyarakat biasa menjual belikan jabatan Kaur?”
Informasi yang beredar menyebut bahwa, Made Atep yang dituduh sebagai calo (perantara-red) merupakan mantan Perbekel Desa Petandakan. Dia dituduh menerim uang agar anak dari Ketut Lanus, Putu Agus Mertautama salah satu pelamar yang dinyatakan lolos dalam rekrutmen kaur. Menariknya, sekitar Nopember 2017 yang lalu, Mertautama terlibat kasus kasus pencurian lampu LED di Desa Padangkeling, Kecamatan Buleleng.
Seorang tokoh masyarakat Putu Widnyana mengatakan, aksi damai ini agar warga mengetahui persoalan dalam rekrutmen kaur di desanya. Dugaan praktek suap itu sudah diakui oleh pihak pemberi uang. Pihaknya akan membawa kasus dugaan suap itu ke ranah hukum. “Kami sampaikan kepada warga agar informasinya tidak simpang siur. Sesungguhnya inilah yang terjadi, dan suap itu sudah pernah dikonfrontir dan memang diakui,” katanya.
Perbekel Desa Petandakan Wayan Joni Arianto mengatakan, secara pasti dirinya tidak mengetahui masalah yang disampaikan sejumlah warganya sendiri. Joni mengaku binggung, karena proses perekrutan kaur yang berlangsung tiga tahun lalu, namun baru dipermasalahkan. Saat itu, pihaknya merekrut Kaur Umum dan Kaur Pemerintahan.
Ada enam orang pelamar yang mengikuti proses seleksi. Seluruh pelamar mengikuti proses sesuai dengan mekanisme dan aturan. “Agak heran juga kenapa baru sekarang muncul masalahnya padahal kita rekrut tiga tahun lalu. Semua proses berjalan lancar, dalam proses kami juga berkoordinasi dengan kecamatan dan tidak kami yang memutuskan,” katanya.
Tidak ingin masalah ini menjadi polemik dan menganggu situasi di desanya, Joni langsung menghadirkan Made Atep ke kantornya. Dalam keterangnnya, Made Atep mengaku tidak mengetahui pasti perekerutan kaur karena dirinya sudah tidak menjabat. Terkait tuduhan menerima uang dalam perekrutan tersebut, Atep menyatakan tuduhan itu tidak benar dan sengaja dilakukan untuk menjatuhkan nama baiknya.
“Saya kira ini sengaja dilakukan untuk memojokan saya. Sepertinya ini bernuansa politik, karena sekarang saya duduk dikepengurusan PAC PDI Perjuangan. Tapi apapun itu tuduhannya, saya masih berfikir dulu untuk menyikapi masalah ini,” tegasnya.(mudiarta/balipost)