rumah
RSUD Buleleng. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Unit Reskrim Polres Buleleng tidak menemukan adanya unsur tindak pidana pada belasan poin temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Bali pada penyelenggaraan keuangan di RSUD dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Buleleng. Polisi melakukan klarifikasi dan bahkan memanggil beberapa direksi RSUD dan pejabat di Dinkes.

Kasat Reskrim AKP Mikael Hutabarat seizin Kapolres Buleleng AKBP Suratno, S.IK. akhir pekan lalu mengatakan, pihaknya sudah mendalami seluruh poin temuan LHP tersebut. Termasuk dugaan keterlibatan oknum tenaga kontrak di RSUD dalam proses pengadaan pekerjaan di rumah sakit plat merah tersebut.

Baca juga:  Meningitis Merebak di Buleleng, RSUD Rawat 2 Kasus Positif dan Sejumlah Pasien Suspek

Penyelidikan secara khusus pada dugaan keterlibatan tenaga kontrak itu karena perusahaan yang dikelola memenangkan belanja cetak rekam medis tahun anggaran 2016 pada RSUD Buleleng. “13 poin temuan itu sudah kita klarifikasi termasuk keterlibatan oknum tenaga kontrak itu. Semua dokumen sudah kami cek, untuk dipelajari tapi hasilnya kami belum menemukan adanya unsur pelanggaran pidana,” katanya.

AKP Hutabarat mengatakan, sejauh ini, polisi belum pernah melakukan pemanggilan saksi. Hanya saja, polisi sempat mengundang beberapa pejabat terkait di RSUD Buleleng dan Dinas Kesehatan Buleleng, untuk meminta penjelasan.

Baca juga:  Kasus Baru Hampir Lima Ribu Orang, Korban Jiwa COVID-19 Nasional Naik ke Empat Puluhan

Upaya ini sifatnya hanya mengklarifikasi dan bukan pemeriksaan. “Kita hanya melakukan dan bukan pemeriksaan karena belum ada laporan polisi,” jelasnya.

BPK Perwakilan Bali melalui LHP No. 22/LHP/XIX.DPS/11/2017 tanggal 24 November 2017 menemukan 13 poin dalam pelaksanaan keuangan di RSUD dan Dinkes Buleleng. Temuan itu merujuk pada kelemahan sistem pengendalian internal, serta beberapa hal tidak patut yang perlu mendapat perhatian pemerintah.

Baca juga:  Porprov Diawali Basket dan Sepak Bola

Dari 13 poin temuan itu, dua poin yang saling berhubungan, yakni dugaan oknum pegawai kontrak RSUD yang terlibat dalam proses penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS-red) belanja cetak rekam medis pada tahun anggaran 2016 dan 2017. Dari lima perusahaan percetakan yang konon disurvei oleh oknum pegawai tersebut, hasilnya dua perusahaan diragukan keabsahannya.

Perusahaan yang memenangkan pekerjaan itu diketahui milik oknum tenaga kontrak itu sendiri. Setelah memenangkan proyek, pekerjaanya justru dialihkan kepada rekanan lain. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *