Ketua KPU Arief Budiman (kanan) saat melakukan rapat di DPR RI. (BP/dok)

JAKARTA, BALIPOST.com – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Pasal 173 ayat 1 dan 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait verifikasi partai politik (parpol) membuat anggota Komisi II DPR marah. Pasalnya, partai-partai politik yang menaungi mereka diharuskan menjalani verifikasi faktual sama seperti yang diterapkan partai baru.

“Keputusan MK ini bermasalah dalam hal teknis, yang kita sayangkan kenapa hal yang sangat urgent begini MK menganggap enteng. Saya juga tidak tahu apakah Mendagri, KPU atau Bawaslu dihadirkan dalam putusan MK,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto saat rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu dan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/1).

Putusan MK tersebut mengharuskan semua partai politik yang akan berlaga di Pemilu Serentak 2019 harus menjalani tahap verifikasi faktual. Padahal, sebelumnya parpol peserta Pemilu 2014 tak mesti menjalani proses verifikasi faktual tersebut. Atas dasar itu, Komisi II DPR mengaku khawatir akan membebani kerja KPU dan berpotensi menganggu proses tahapan pemilu yang saat ini dijalankan KPU.

Baca juga:  Naik Lagi, Tambahan Harian Kasus COVID-19 Nasional di Atas 6.000 Orang

“Atas persamaan ini saya nggak tahu apa solusinya. Apakah hadapi saja, karena Februari masa pengumumam partai politik, atau pemilu diundur. Maka dari itu, penting membuat kesepakatan agar tidak merusak semua tahapan pemilu,” tegasnya.

Anggota Komisi II DPR lainnya Ace Hasan Syadzily meminta agar KPU mengingatkan soal batas waktu yang ditetapkan dalam UU terkait proses verifikasi faktual ini. Sebab, sebelumnya KPU hanya mengagendakan verifikasi faktual untuk partai baru saja, tidak untuk partai lama yang memiliki kursi di DPR.

Menanggapi keluhan dan kekhawatiran politisi DPR itu, Ketua KPU RI, Arief Budiman menegaskan KPU memutuskan harus melaksanakan putusan MK untuk verifikasi faktual terhadap semua partai. Batas akhir proses tahapan verifikasi faktual ditetapkan hingga 17 Februari mendatang.

Baca juga:  Ini, Daftar Pengganti Dewa Raka Sandi di Bawaslu Bali

“Kami mengambil keputusan, putusan akhir parpol menjadi peserta pemilu tanggal 17 Februari adalah bagian akhir dari proses pemilu,” ujar Arief Budiman.

Terkait putusan MK terhadap proses tahapan pemilu, ada beberapa hal yang akan menjadi perhatian lembaga penyelenggara pemilu tersebut yaitu pertama, terkait dengan dibolehkannya pemilih yang sudah memiliki KTP. Dalam hal ini memenuhi syarat sebagai pemilih, dan putusan MK yang dikeluarkan satu hari sebelum tahapan pemilihan, maka KPU bisa langsung mengeksekusi.

Kedua, penetapan calon terpilih yang semula berdasarkan UU Pemilu diatur berdasarkan nomor urut, tetapi dalam putusan MK berdasarkan suara terbanyak, juga langsung KPU eksekusi.

Ketiga, putusan MK terkait verifikasi parpol yang terjadi lima tahun lalu, dan kemudian ketika KPU keluar, KPU langsung mengeksekusi. “Maka berdasarkan fakta-fakta tersebut, KPU mengambil kesimpulan akan melaksanakan putusan MK,” tegas Arief Budiman.

Setelah melakukan beberapa simulasi, Arief mengakui ada beberapa pasal yang tidak mungkin bisa KPU patuhi. Yaitu terkait penetapan parpol peserta pemilu 2019 yang tetap dijadwalkan pada 17 Februari 2018 namun memiliki catatan, yaitu bahwa verifikasi faktual kepengurusan DPC parpol oleh KPU, KIP Kab/Kota yang semula menurut jadwal PKPU berlangsung 21 hari dipangkas menjadi 10 hari.

Baca juga:  Mahasiswa Belum Terlihat di Depan Gedung DPR RI

“Alternatif pertama ini menyebabkan apa yang menjadi pertimbangan MK dalam putusannya menjadi tidak terpenuhi, maka KPU punya risiko kalau mengambil opsi ini bila disengketakan karena KPU tidak lagi memiliki waktu tahapan,” terangnya.

Alternatif kedua, hanya sebagian waktu yang dikurangi dan sebagian tetap, dan penetapan parpol peserta pemilunya menjadi molor ke 28 Februari 2018, tetapi ini melanggar Pasal 178 UU Pemilu, karena perintah UU, KPU harus menetapkan 14 bulan sebelum pemungutan suara. Dan terakhir, alternatif ketiga, dimana akan ditetapkan pada tanggal 25 Maret 2018. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *