NEGARA, BALIPOST.com – Budidaya Kepiting Soka, di Desa Budeng, Kecamatan Jembrana tak berjalan. Pembudidayaan kepiting bercangkang lunak ini sebelumnya dipusatkan di Desa yang berpenduduk sedikit ini.
Lahan pembudidayaan yang bekas tambak-tambak dan rawa dinilai strategis untuk pengembangbiakan kepiting ini. Namun, setelah sekali panen, lahan-lahan budidaya itu berubah menjadi lahan kosong.
Dari informasi Rabu (17/1), pembudidayaan kepiting soka berawal dari wilayah Budeng yang dikenal dengan daerah tambak. Kemudian dilirik pemerintah dan dijadikan percontohan budidaya kepiting dengan pola kerjasama.
Pemerintah menyiapkan bibit yang didatangkan dari daerah lain, berikut peralatan maupun pakan. Sedangkan petani tambak menyiapkan lahan dan perawatan, melalui kelompok tani di desa setempat.
Namun dalam perjalanan, usaha yang sempat panen sekali ini tak jalan lagi. Upaya budidaya kesulitan mendapatkan bibit kepiting sehingga budidaya kepiting soka tidak berlanjut.
Perbekel Budeng Putu Libra Setiawan belum lama ini mengakui proyek kepiting soka tidak ada yang berlanjut. Sebagian petani tambak yang dulunya membudidayakan kepiting soka, sudah berhenti. Sebagian beralih ke kepiting biasa, sebagian kembali ke usaha semula budidaya udang.
Mereka mengaku kesulitan mengembangkan karena kendala bibit. Di samping harga bibit mahal, bibit sulit didapat karena harus mencari keluar daerah (Pulau Jawa). Karena itu mereka beralih ke budidaya kepiting biasa.
Mereka mencari bibit di sekitar tambak dan hutan mangrove di kawasan desa, lanjut dipelihara hingga pemasaran masih sebatas lokal. Libra mengatakan dari sisi hasil budidaya kepiting Soka lebih menjanjikan. Sebab, nilai pasarnya lebih tinggi dari kepiting biasa. Namun proses sampai menjadi kepiting soka, juga membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Sebab saat berkembang biak, tak sedikit kepiting yang liar dan meloloskan diri dari tambak. (Surya Dharma/balipost)