JAKARTA, BALIPOST.com – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menegaskan, Rancangan Undang-Undang Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (RUU LGBT) dan Pernikahan Semasa Jenis belum dibahas di DPR RI. Penegasan ini membantah pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan bahwa ada lima fraksi yang mendukung perilaku LGBT masuk dalam Undang-Undang (UU).
“Ada lima fraksi yang sudah menyetujui, perihal tersebut tidak benar,” tegas Firman Subagyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (21/1).
Firman memastikan belum dibahasnya RUU LGBT karena memang seluruh fraksi menolak RUU itu masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas). Baik itu prolegnas prioritas maupun prolegnas jangka menengah. Tiap fraksi merasa pembahasan RUU harus sangat berhati-hati dalam memutuskan sebuah RUU untuk dapat dibahas atau tidak.
“Tetapi DPR belum bergeming atau merespons desakan itu, dan Baleg melihat bahwa RUU tentang LGBT sensitivitasnya tinggi apalagi Indonesia negara yang mayoritas muslim penduduknya dan tidak semudah itu meloloskan sebuah RUU yang akan membuat suasana gaduh,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini menegaskan DPR RI tidak bisa diintervensi oleh siapapun dalam penyusunan RUU ini. “Kami tidak bisa diintervensi oleh siapapun dan dari negara manapun. Oleh karena itu agar berita yang telah ditulis yang dikutip dari pernyataan Ketua MPR (Zulkifli Hasan) tidak meresahkan masyarakat dengan tegas kami sampaikan kepada publik bahwa DPR RI belum ada rencana pembahas RUU LGBT, apalagi sudah ada 5 fraksi yang sudah menyetujui,” tegasnya.
Kalaupun ada pembahasan mengenai LGBT itu dilakukan hanya oleh Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (revisi UU KUHP) yang memang tengah menggodok revisi UU KUHP.
Salah satu isu yang mengemuka dalam pembahasan revisi UU KUHP menyangkut LGBT itu adalah perlunya pasal yang mengatur soal pelarangan atas perilaku LGBT. Anggota Pansus revisi UU KUHP Arsul Sani mengakui ada pembahasan tentang LGBT dalam revisi UU KUHP. Menurutnya ada delapan fraksi di DPR yang sepakat jika perilaku menyimpang Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan perbuatan pidana. “Semua (fraksi) yang hadir setuju LGBT adalah perbuatan pidana,” ungkap Arsul.
Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan fraksi-fraksi di DPR pada Senin (15/1) sampai Kamis (18/1) membahas LGBT dan nikah sejenis dalam tim panitia kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (R-KUHP) di Komisi III bidang hukum. Dari 10 fraksi yang ada cuma delapan yang hadir. Delapan fraksi tersebut yakni PPP, Nasdem dan Golkar, PKS, PKB, PDI Perjuangan, Demokrat dan Gerindra. Fraksi PAN dan Fraksi Hanura, kata Asrul justru tidak hadir dalam pembahasan LGBT tersebut.
Kemudian, sambung dia, dalam pembahasan tersebut, fraksi yang hadir sebetulnya baru sepakat menggolongkan LGBT sebagai perbuatan cabul. Pasalnya, yang selama ini berlaku dalam konsep RKUHP bersama pemerintah, perbuatan cabul dalam LGBT hanya terhadap kelompok usia 18 tahun ke bawah atau anak-anak. “Tapi dua fraksi PPP dan PKS meminta agar defenisi LGBT sebagai perbuatan cabul diperluas cakupannya,” kata Sekjen DPP Partai Pembangunan (PPP) ini.
Akhirnya, R-KUHP Buku II ditambah dengan satu ayat baru yang menegaskan prilaku LGBT dianggap cabul dalam kelompok usia 18 tahun ke atas atau dewasa. Hukumannya, kata Arsul yakni sembilan tahun penjara. “Hukuman pidana tersebut bisa diterapkan terhadap pelaku LGBT yang melakukan kegiatan cabulnya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dan dilakukan ditempat umum, atau juga dipublikasikan. Poin itu, PPP masih ingin memperluasnya lagi,” urainya. (Hardianto/balipost)