DENPASAR, BALIPOST.com – Dua kabupaten memiliki angka siswa putus sekolah yang terbanyak. Namun, dua kabupaten di Bali tersebut, memegang posisi tertinggi di jenjang yang berbeda.
Buleleng mengantongi siswa putus sekolah tertinggi pada jenjang SMA/SMK. Data terakhir Dinas Pendidikan Provinsi Bali, pada tahun ajaran 2015/2016 tercatat ada 150 siswa putus sekolah di Buleleng. Disusul kemudian Kota Denpasar sebanyak 111 siswa dan Karangasem sebanyak 51 siswa.
Secara keseluruhan di 9 kabupaten/kota, angka putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah ini berjumlah 441 dari 172.835 siswa. “Akses pendidikan di Buleleng memang masih perlu ditingkatkan lagi karena rata-rata lama sekolah Kabupaten Buleleng 6,85 tahun pada 2016. Sedangkan di tingkat provinsi Bali sudah 8,37 tahun,” ujar Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Buleleng, Gde Darmaja dalam Rapat Kerja Evaluasi Program Pembangunan Provinsi Bali Semester II Tahun 2017 di Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Selasa (23/1).
Untuk tingkat SD, Buleleng menempati posisi ke-2 jumlah siswa putus sekolah se-Bali yakni sebanyak 63 orang sesuai data Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Demikian pula di tingkat SMP berada di urutan kedua tertinggi sebanyak 53 siswa.
Menurut Darmaja, Pemkab Buleleng melalui Dinas Pendidikan setempat sudah membentuk Posko DO di masing-masing UPP untuk menelusuri keberadaan siswa yang drop out. Tim di Posko DO salah satunya membujuk anak-anak agar mau bersekolah, sehingga angka DO bisa diperkecil.
Sementara itu, angka putus sekolah tingkat SD dan SMP tertinggi ditempati oleh Kabupaten Karangasem. Di Bumi Lahar ini, sebanyak 126 siswa dari 45.871 siswa jenjang SD mengalami putus sekolah. Di tingkat SMP tercatat lebih sedikit yakni 61 orang dari 21.081 siswa, namun tetap menjadi yang terbanyak di Bali.
Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa mengatakan, angka harapan sekolah di Karangasem memang terbilang sangat menyedihkan. Jika Buleleng sudah hampir menembus 7 tahun, di Karangasem justru belum mampu menggapai 6 tahun. “Jadi masih dibawah 6 tahun, yakni 5,59 tahun. Dengan demikian, masih sangat terbelakang di bidang pendidikan,” ujarnya.
Menurut Artha Dipa, 20 persen masyarakat Karangasem saat ini buta huruf. Bisa dikatakan, buta huruf telah menjadi penyebab kemiskinan paling utama di Karangasem. “Tahun 2020 kami menargetkan bisa menekan buta huruf menjadi 5 persen,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)