DENPASAR, BALIPOST.com – Revisi Perda No.16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali Tahun 2009-2029 secara umum akan mengubah tiga subtansi. Ketiga substansi itu mencakup rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan peralihan. Hal tersebut disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat menyampaikan penjelasan mengenai revisi Perda RTRWP dalam Rapat Paripurna di DPRD Bali, Senin (29/1).
Pastika memaparkan, rencana struktur ruang meliputi penambahan ruas jalan bebas hambatan, rencana pembangunan jaringan perkereta-apian, perubahan status pelabuhan, perubahan status terminal, rencana pembangunan waduk atau embung, dan pengembangan sistem pengelolaan air minum.
“Setelah sekian tahun sejak 2009 mulai terasa ada keperluan-keperluan baru untuk Bali ini. Misalnya, kita perlu lagi bendungan, embung, dan jalan tol. Wacananya kan sudah, kita akan buat jalan bebas hambatan dari utara ke selatan atau ke arah Jembrana. Ini belum ada dalam perda yang lama, ini harus kita masukkan lagi,” jelasnya.
Pastika menambahkan, perubahan dalam rencana pola ruang, antaralain penyesuaian nomenklatur kawasan pariwisata mengacu pada Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS. Perubahan rencana pola ruang juga terkait peningkatan status kawasan daya tarik wisata khusus Tanah Lot di Tabanan menjadi kawasan pariwisata Tanah Lot.
Kemudian, penambahan kawasan pariwisata baru yaitu Kawasan Pariwisata Tegal Besar-Goa Lawah di Kabupaten Klungkung. Ada pula perubahan pengaturan wilayah usaha pertambangan serta penambahan kawasan strategis nasional di Bali. “Penambahan kawasan strategis nasional di Provinsi Bali mencakup kawasan subak-Bali Landscape, mengacu pada Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2017 dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Provinsi Bali,” imbuhnya.
Menurut Pastika, peninjauan kembali dan penyempurnaan Perda RTRWP ini mempertimbangkan sejumlah hal. Diantaranya, ada beberapa peraturan perundang-undangan terkait penataan ruang yang terbit setelah Perda RTRWP ditetapkan.
Ada alih kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi seperti pengelolaan wilayah usaha pertambangan dan wilayah laut 0-12 mil. Ada indikasi simpangan pemanfaatan ruang sebagai akibat dari dinamika pembangunan yang berkembang, serta ada rekomendasi dari DPRD Bali untuk merevisi perda tersebut. Dikatakan, investasi bisa saja terhambat jika Perda RTRWP tidak mengakomodir perubahan dalam tiga substansi tersebut. “Bisa saja, orang kan mempertimbangkan dari aspek normanya dulu. Sebelum kita mengeluarkan rekomendasi, harus kita lihat dulu di perda terutama di RTRW itu, ada apa tidak. Kalau tidak ada, tidak boleh,” katanya.
Pastika mengaku sudah melakukan konsultasi substansi revisi ke Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN serta konsultasi peta ke Badan Informasi Geospasial. Namun masih perlu ditindaklanjuti karena penetapan ranperda dan rencana rinci tata ruang, terlebih dahulu mesti mendapat persetujuan substansi dari Menteri.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama mengatakan, revisi Perda RTRWP membutuhkan pembahasan yang mendetail dan waktu yang panjang. Sebelumnya ada beberapa usulan dari masyarakat, termasuk surat dari bupati se-Bali untuk merevisi perda lantaran substansinya sudah banyak yang tidak sesuai dengan keadaan sekarang.
“Makanya minimal kita agendakan dulu, sambil berjalan, sambil kita mencari masukan-masukan yang cepat untuk seluruh masyarakat Bali. Jadi, bukan untuk Denpasar, Buleleng, atau Tabanan saja, tapi seluruh Bali. Titik-titik yang mana akan dievaluasi kita akan lihat bersama,” ujar Politisi PDIP ini.
Menurut Wiryatama, saat ini ada banyak pelanggaran tata ruang yang terjadi di Bali. Salah satunya, pelanggaran sempadan pantai. Disisi lain, penegakan perda juga sulit dilakukan. Padahal dalam salah satu pasal sudah diatur mengenai denda Rp 50 juta dan sanksi kurungan selama 5 tahun. (Rindra Devita/balipost)