SURABAYA, BALIPOST.com – Pembangunan aksesibilitas darat berupa flyover dan tapper (radius untuk belokan jalan) di Terminal Teluk Lamong, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya semakin meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Surabaya dan Jawa Timur (Jatim). Hal itu karena terintegrasi dengan Jalan Tol Surabaya-Gresik.
“Flyover ini akan memberi alternatif baru bagi para pengguna jalan raya, utamanya pengendara truk pengangkut petikemas yang kerap menjadi salah satu penyebab kepadatan lalu-lintas di sepanjang Jalan Kalianak menuju Tambak Osowilangun,’’ kata CEO Pelindo III Ari Askhara, kepada Bali Post, di Surabaya Senin (5/2).
Pelindo III mulai merealisasikan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) yang diamanahkan pemerintah. Yaitu flyover Teluk Lamong dengan Jalur Lingkar Luar Barat (JLLB). Proyek senilai Rp 1,3 triliun ini akan merealisasikan flyover sepanjang 2,4 km dengan kontur jalan layang (elevated) sepanjang 1,8 km dan jalan darat (landed) disisi Benowo sepanjang 363 meter dan sisi Teluk Lamong sepanjang 350 meter. Sedangkan untuk lebar ruas jalan flyover adalah 40 meter.
Engineering, Information and Communication Technology Director Pelindo III, Husein Latief, menambahkan, pembangunan flyover ini merupakan solusi yang diberikan Pelindo III kepada Pemerintah Kota Surabaya dan nasional, untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi pasca-beroperasinya Terminal Teluk Lamong.
“Kapasitas Teluk Lamong pada fase awal pengembangan sudah mencapai 1,5 juta TEUs. Pada fase final, jumlahnya [petikemas] akan mencapai 6,5 juta TEUs”, kata Husein. Ia melanjutkan, komoditas curah kering di Terminal Teluk Lamong juga menunjukkan prospek yang sangat cerah. “Kami telah membangun tempat penimbunan (storage area) komoditas curah kering berkapasitas 200.000 ton”, ungkapnya.
Nantinya, pekerjaan proyek flyover akan mencakup aktivitas perencanaan Detail Engeneering Desain (DED) atau desain teknis secara detail hingga teknis pelaksanaan pembangunan. Dalam hal konstruksi, Wika akan menggunakan sistem jembatan “unibridge”, yakni jembatan balok beton (girder) komposit yang menggunakan pin pada setiap sambungan antar-girder dengan konsep modular.
Sistem ini tidak memerlukan pengencangan berkala, seperti halnya penggunaan baut pada model konvensional. Selain itu, material jembatan memiliki desain yang kompak dan ringan, serta lebih efisien dan lebih cepat dalam proses pembangunannya. (Bambang Wili/balipost)