AMLAPURA, BALIPOST.com – Setelah berbulan-bulan mengungsi, kini muncul ide untuk ramai-ramai menjadi transmigran. Ide itu mencuat lagi, setelah aktivitas Gunung Agung tak menentu dengan level IV atau awas, apakah akan semakin tenang atau malah sebaliknya.
Tetapi, menurut Ketua Pasebaya Gunung Agung, I Gede Pawana, Rabu (7/2), menjadi transmigran bukanlah solusi yang bijak melihat situasi saat ini. Menurutnya, sebaiknya solusi yang lebih tepat adalah dengan membuatkan rumah singgah di areal yang aman.
Menurutnya, dengan situasi saat ini, menjadi transmigran bukan jalan yang tepat. Apalagi, kalau ide ini muncul dari pemerintah daerah.
Ini hanya ide instan, yang tidak bijak. Sebagaimana yang terjadi di daerah lain yang memiliki gunung api. Solusi yang lebih tepat, sebaiknya dengan membuat rumah singgah di tanah-tanah milik pemerintah di daerah aman. Contohnya, di Kecamatan Manggis.
Di Merapi, rumah singgah ini dibuatkan semi permanen, kemudian dibedol satu desa ke lokasi itu, dengan anggaran dari pusat. “Kenapa tidak ini dilakukan. Anggaran ada di BNPB. Kalau menurut kami, transmigrasi itu solusi terakhir,” katanya.
Informasi yang berkembang, Rabu (7/2), ada pengungsi 10 kepala keluarga dari Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, yang sudah mendaftarkan dirinya menjadi transmigran. Meski daftar tunggu transmigran setiap tahunnya terus bertambah, pemerintah daerah melalui Dinas Ketenagakerjaan masih membuka pendaftaran.
Ini membuat Pasebaya cukup heran dengan strategi penanganan pengungsi di lapangan. Seolah-olah mengarahkan pengungsi untuk ikut program transmigrasi. “Kalau Gunung Agung meletus, kan tidak warga Sogra saja yang pindah, tetapi semua di radius berbahaya. Kalau begini, apa semua warga nanti mau transimigrasi. Kan tidak mungkin,” kata Pawana yang juga Perbekel Duda Timur ini.
Menurutnya, dengan membuat rumah singgah, kerjasama dengan BNPB ini, akan lebih memberdayakan pengungsi. Ketimbang cara instan memasukan pengungsi ke dalam program transmigrasi.
Warga Banjar Sogra mengungsi terpencar di sekitar Desa Duda dan Desa Duda Timur, Kecamatan Selat. Sehingga lebih mudah bolak-balik menengok ternak dan rumahnya. Jarak Banjar Sogra dengan tempat mengungsi sekitar 10 kilometer.
Tercatat sudah 10 KK warga setempat, mendaftar program transmigrasi. Hanya saja lokasi transmigrasi yang dituju belum jelas dari Pemkab Karangasem.
Sebelumnya, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Karangasem I Nyoman Suradnya, pernah mengungkapkan salah satu opsi bagi warga terdampak erupsi, yakni dengan menjadi transmigran.Bahkan, pihaknya memohon kepada Gubernur Bali untuk meminta kuota transmigran Bali tahun ini seluruhnya untuk Karangasem.
Sesuai informasi awal pemerintah pusat, program transmigrasi tahun depan, untuk Bali hanya dijatah 15 kepala keluarga. Jumlahnya sangat kecil dibandingkan kebutuhan, karena daftar tunggu untuk wilayah Karangasem saja sudah mencapai ratusan kepala keluarga. Pihaknya berharap agar jatahnya tahun depan bagi Bali tetap ditambah. (Bagiarta/balipost)