JAKARTA, BALIPOST.com – Komisi VIII DPR akan menindaklanjuti rencana pemerintah memotong sebesar 2,5 persen dari gaji pegawai negeri sipil (PNS) untuk zakat. Rencana ini menuai pro kontra karena selama ini, zakat perorangan termasuk PNS dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) maupun Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) di masjid-masjid setempat.
“Kita akan bahas dengan Menag Lukman Hakim Saifuddin dalam waktu dekat ini,” tegas Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI H. Sodik Mujahid di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (8/2).
Menurut Sodik, soal zakat sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dimana salah satu pasalnya menegaskan bahwa Lembaga yang berwenang melakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat adalah Baznas bukannya pemerintah.
Oleh karena itu, rencana diterbitkannya Perpres tentang zakat bagi aparatur sipil negara (ASN) harus dipahami sebagai upaya untuk membantu Baznas dengan memobilisasi zakat dan mendorong ASN muslim untuk membayar kewajiban membayar zakat. Untuk itu, Sodik mengatakan apabila Perpres tentang Zakat bagi ASN benar dikeluarkan maka beberapa catatan yang harus dierpahatikan adalah pertama, manajemen zakat termasuk distribusi dan pendayagunaan zakat tetap dilakukan oleh Baznas dengan mustahiq (yang berhak menerima zakat) sesuai dengan syariah dan UU No.23 dan bukan mustahiq menurut pemerintah saja.
Kedua, penetapan batas nishab zakat harus dimantapkan dengan hukum dan angka terbaiknya melalui fatwa MUI. Ketiga, Perpres harus memberi kelonggaran kepada ASN muslim yang sudah biasa membayar zakat di tempat lain. “Jadi, itulah catatan kami terkait wacana zakat bagi ASN,” tegas Sodik.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi menegaskan hingga saat ini MUI belum pernah diajak musyawarah oleh Kemenag RI dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) terkait dengan rencana pemotongan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2,5 % untuk zakat. “Jadi, MUI belum bisa memberikan pendapat terkait dengan rencana tersebut,” kata Zainut Tauhid yang juga anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Menurutnya, persoalan zakat bukan hanya sekedar memungut dan mengumpulkan uang dari muzakki (orang yang berzakat) dalam hal ini AS, tetapi juga menyangkut syarat batas nishab dari gaji/pendapatan yang bisa dikenakan kewajiban zakat dan sebagainya. Selain itu, menurut Zainut apakah sifatnya mandatory (wajib) atau voluntary (sukarela) dan bagaimana tasharruf (penyaluran, distribusi) zakat dari ASN tersebut. “MUI setuju bahwa potensi zakat harus lebih dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemaslahan umat Islam. Namun kami mengharapkan dalam pelaksanaannya harus melalui sebuah perencanaan yang baik,” ujarnya. (Hardianto/balipost)