YOGYAKARTA, BALIPOST.com – Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia (BI), tahun 2025 dan 2030, Bali diprediksi kekurangan tenaga kerja (naker). Kekurangan tenaga kerja terbesar akan terjadi pada 12 tahun lagi, sebanyak 47.736 orang dari level operator, supervisor dan manajer.
Analis Bank Indonesia Kantor Perwakilan (KPw) Provinsi Bali Umran Usman menjelaskan, prediksi ini dengan melihat pertumbuhan ekonomi Bali, kebijakan pendidikan formal dan informal untuk mendidik calon pekerja menjadi pekerja. “Dengan melihat kondisi itu, ke depan seperti apa jumlah kebutuhan lowongan pekerjaan yang tersedia di Bali dan yang bisa dipasok dari Bali,” ujarnya saat Lokakarya Bank Indonesia KPw Bali, Jumat (9/2).
Dengan asumsi dari 4 juta jumlah penduduk Bali, angkatan kerjanya 77,5 persen, diprediksi ada kekurangan pasokan tenaga kerja yang tidak bisa disuplai tenaga kerja lokal. Kekurangan terbesar terjadi di level operator.
Untul level operator, tahun 2025 akan kekurangan 16.938 tenaga kerja dan tahun 2030 akan kekurangan 25.780 orang. Untuk level supervisor, tahun 2025 akan kekurangan 13.621 pekerja dan tahun 2030 akan kekurangan 21.125 pekerja. Untuk level manajer, tahun 2025 akan kekurangan 537 pekerja dan tahun 2030 akan kekurangan 831 pekerja.
“Ke depan, jika kondisi pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM seperti saat ini, kekurangan tenaga kerja ini akan semakin besar. Disitulah peluang terjadi kondisi migrasi kedatangan penduduk dari luar Bali,” ujarnya.
Penyebabnya, materi pelatihan yang dilakukan oleh Balai Latihan Kerja (BLK) dan pendidikan formal tidak update dengan kebutuhan industri. “Materi-materinya itu-itu saja dan monoton. Sedangkan industri perhotelan berkembang dengan pesat. Sekarang booking kamar saja dengan online,” ujarnya.
Materi pelatihan yang tidak update menyebabkan kekurangan naker kian besar. Menurutnya ini perlu jadi perhatian. Pemerintah harus effort terutama untuk penguatan lembaga-lembaga pendidikan yang terkait dengan vokasi termasuk penguatan BLK.
Tantangan tenaga kerja Bali juga dari kualitas SDM Bali. Berdasarkan hasil survei BI dari persepsi pelaku usaha industri pariwisata, kualitas tenaga kerja Bali rendah dibandingkan pekerja dari luar Bali.
Sebagian besar gap yang terjadi, ada di level manajer. Yaitu dari sisi produktivitas, kreativitas, kedisiplinan, dan juga kemampuan komunikasi. Seperti hotel dengan brand internasional kebanyakan pemimpinnya dari luar Bali yaitu dari luar negeri. Tenaga kerja lokal Bali justru unggul di level tanggung jawab dan kejujuran dengan nilai 2-2,1.
Orang Bali juga sulit untuk migrasi ke luar Bali. Berdasarkan labor mobility cost yaitu menghitung biaya perpindahan, baik operasional, sosial budaya, dan dampak psikologis, biaya perpindahan tenaga kerja wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Wilayah Bali Nusra cenderung memiliki labor mobility cost yang lebih tinggi yaitu Rp 14,95 juta.
Kondisi ini disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang lengkap dan kenyamanan kerja serta faktor budaya. Itulah yang yang menyebabkan migrasi pekerja wilayah Bali Nusra untuk keluar wilayah Bali Nusra cenderung lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. (Citta Maya/balipost)