JAKARTA, BALIPOST.com – DPR mendorong penegakan aturan larangan transaksi menggunakan Bitcoin yang gencar dilakukan Bank Indonesia. Belum lama ini, BI sebagai bank sentral menindak dan menyelidiki sejumlah transaksi yang masih menggunakan pembayaran menggunakan Bitcoin di Provinsi Bali. “Kalau sudah dikeluarkan larangan dari Menteri Keuangan, ya.. harus ditindak,” kata anggota Komisi XI DPR Donny Imam Priambodo di Jakarta, Jumat (16/2).
Namun, ia menolak anggapan otoritas keuangan yang ada baik BI maupun Orotitas Jasa Keuangan (OJK) telah kecolongan karena masih adanya transaksi mata uang di dunia maya (virtual) itu di sejumlah tempat di Bali. “Kecolongan sih tidak ya. Saat rapat dengan OJK, makanya saya katakan sesuatu yang ada di luar negeri itu, kan tereduksi ke Indonesia seperti masalah Bitcoin dan lainnya itu,” ujarnya.
Dan saat ini, menurut Donny tren penggunaan metode pembayaran baru itu ternyata dianggap merugikan masyarakat Indonesia. “Karena inikan sebenarnya mengganti uang sebagai alat pembayaran yang sah dengan alat pembayaran lain,” terangnya.
Meskipun pada satu sisi dianggap memudahkan masyarakat dalam bertransaksi namun ternyata di sisi lain banyak kerugian yang akan dialami masyarakat apabila menggunakan transaksi model Bitcoin. Karena idealnya dalam transaksi belanja harus menggunakan harus pakai uang asli. “Akan menjadi permasalahan kalau misalnya mereka mengepul uang yang asli kemudian ditukar dengan mata uang lain, lalu kemudian terjadi rush, kan uangnya sudah nggak ada. Bisa jadi sudah dipakai investasi ke tempat lain. Nah, ini yang waktu itu saya katakan OJK harus mengawasi. Dan nyatanya Menkeu mengeluarkan larangan,” imbuhnya.
Politisi dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini mengatakan jauh hari sebelum adanya larangan dari pemerintah, Komisi XI DPR sudah membahasnya bersama OJK. Bahkan, ketika itu ia menyatakan kalaupun penggunaan Bitcoin tidak bisa dihindari, maka OJK harus mengawasi kolektif dari pembelian uang dari berbagai jenis mata uang virtual yang dislenggarakan perusahaaan jasa keuangan mulai dari Bitcoin, Litecoin, Redcoin, dan lainnya.
Terkait model pembayaran modern saat ini, Donny menjelaskan fintech atau bisnis yang bertujuan menyediakan jasa keuangan dengan memanfaatkan perangkat lunak dan teknologi modern, masing-masing otoritas lembaga keuangan memiliki tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. “Kalau dalam sistem pembayaran, kartu dan lainnya itukan yang mengurusi bank inodnesia. ada deputi gubernurnya. Tapi kalau kebijakna-kebijkan, misalkan ada Bitcoin, dan lainnya ya itu bisa jelas menteri kewenangan yang punya kewenangan. Karena itu kan bukan alat keuangan yang sah,” katanya. (Hardianto/balipost)