DENPASAR, BALIPOST.com – Lagu “Mafia Hukum” menjadi penyemangat aksi Tolak Reklamasi Teluk Benoa yang digelar Sabtu (17/2) di Renon. Lagu yang dibawakan Navicula ini ada dalam album kompilasi “Bali Bergerak.”
Album itu merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap rencana investor menguruk Teluk Benoa seluas 700 hektar. “Perpres 51 Tahun 2014 itu adalah merekayasa hukum. Bagaimana merekayasa zona konservasi menjadi zona budidaya,” ujar Robi, Vokalis Navicula.
Menurut Robi, penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa merupakan perjuangan hati nurani dan tidak melanggar hukum karena sudah sejalan dengan UUD 1945. Sebab, dasar negara itu sudah mengamanatkan tiga hal terkait pembangunan di Indonesia termasuk Bali.
Yakni, harus berdasarkan asas manfaat, asas kemandirian, dan asas keberlanjutan. “Pembangunan di Indonesia seharusnya berdasarkan atas asas manfaat. Artinya lebih bermanfaat bagi banyak orang, harkat hidup orang banyak, bukan segelintir penguasa, korporat atau golongan,” jelasnya.
Berkaitan dengan asas kemandirian, lanjut Robi, pesisir adalah salah satu aset terbaik yang dimiliki Indonesia karena lautnya yang begitu luas. Mestinya, bangsa ini harus melindungi segala aset terbaik yang dimilikinya untuk mewujudkan kemandirian.
Tidak saja laut, tapi juga hutan dan kebijakan lokalnya termasuk masyarakat adat. “Kemudian yang ketiga, pembangunan berdasarkan asas keberlanjutan. Kalau ngomong asas keberlanjutan sudah pasti melestarikan lingkungan,” imbuhnya.
Robi menambahkan, kebutuhan paling primer yang harus dipenuhi untuk mewujudkan kesejahteraan sesuai tujuan ekonomi adalah pangan. Sementara pangan semuanya berasal dari alam. Itu sebabnya, semua pihak harus menyadari bahwa alam merupakan inti dari ekonomi. “Bagaimana mungkin tujuan ekonomi itu mengorbankan alam. Sangat non sense, menurut saya tidak masuk akal,” terangnya.