DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam bussines plan PD Parkir, penerapan tarif parkir progresif sudah berjalan di awal tahun ini. Namun, realisasinya tidak bisa terlaksana maksimal, karena terkendala dengan sarana.
Mengingat, penerapan parkir progresif harus didukung prasarana dan sarana yang memadai, yakni dengan menggunakan teknologi informasi. Akibat terkendala sarana, PD Parkir baru bisa menerapkan tarif progresif di dua lokasi, yakni Bali Mall (Ramayana) dan Mall 21.
Hal ini ditegaskan Dirut PD Parkir Denpasar I Nyoman Putrawan, ST., Selasa (20/2). Putrawan mengatakan, apa yang dirancang dalam bussines plan belum sepenuhnya bisa terlaksana. Karena kendalanya ada pada ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai.
Lambatnya pengadaan sarana tersebut, juga tidak terlepas dari belum cairnya bantuan modal yang sudah disetujui Pemkot Denpasar. Bila bantuan tersebut sudah cair, pihaknya memastikan sudah bisa melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang lebih memadai. “Karena untuk penerapan tarif progresif harus menggunakan sistem komputerisasi. Tidak bisa menggunakan pola manual,” kata Putrawan.
Saat ini pihaknya berkonsentrasi untuk meningkatkan pelayanan PD Parkir dengan cara memberikan pelatihan kepada juru parkir. Pelayanan dasar ini harus lebih baik, sebelum diberlakukannya sistem progresif. “Kita saat ini juga sedang berupaya untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna parkir,” katanya.
Munculnya ide untuk memberlakukan penerapan tarif progresif ini bermula dari keberadaan PD Parkir yang semakin terpuruk. Pasalnya, perusahaan daerah milik Pemkot Denpasar ini harus menanggung beban tunggakan pajak PPN tahun 2011 dan 2012 sebesar Rp 3,9 miliar. Kondisi ini menjadikan perolehan pendapatan PD Parkir tahun 2017 lalu cukup kecil.
Putrawan mengatakan, sejak ditetapkan secara definitif sebagai dirut, pihaknya mulai melakukan revisi terhadap standar kerja operasional perusahaan. Selain itu, pihkanya juga merancang dan menentapkan indikator kinerja utama.
Persoalan lainnya, yakni sejak penerapan pajak parkir, banyak rekanan atau pemilik lahan yang keberatan dengan kebijakan itu. Karenanya, banyak yang berniat mengajukan revisi terhadap MoU yang telah disepakati sebelumnya. Paling tidak mereka berharap bagi hasilnya bisa diubah, karena harus dipotong untuk biaya pajak. “Sejak diterapkan pajak parkir, tentu perolehan pemilik lahan dan juga PD Parkir berkurang. Karena itu, banyak yang meminta biaya itu ditanggung bersama, pemilik lahan dan PD Pasar. Padahal, dalam Perda pajak itu ditanggung pemilik lahan,” katanya. (Asmara Putera/balipost)