Anggota Komisi II DPR Jemmie Deminianus Ijie (kanan) saat berbicara tentang pemekaran di Papua. (BP/har)

JAKARTA, BALIPOST.com – Anggota Komisi II DPR Jemmie Deminianus Ijie mengatakan, bila dilakukan referendum hari ini, rakyat Papua bakal memilih merdeka daripada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ancaman itu disampaikan terkait keinginan rakyat di provinsi paling timur wilayah nusantara itu yang menginginkan daerahnya dimekarkan.

“Ini persoalan yang sangat serius. Karena itu, pemerintah pusat harus benar-benar memikirkan persoalan yang terjadi di Papua termasuk desakan pemekaran provinsi di daerah paling Timur Indonesia itu,” kata Jemmie di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/2).

Dia mengakui pemekaran Papua yang disuarakan sebagian masyarakat Papua belakangan ini memang masih terjadi prokontra. Pada satu sisi dianggap sebagai solusi dan di sisi lain sebagai problem.

Baca juga:  Mitra Resmi Kemenkes, Halodoc dan Gojek Hadirkan Pos Vaksinasi COVID-19 "Drive-Thru"

Papua dinilainya memang kaya akan hasil alam termasuk yang ada di dalam bumi pulau Cendrawasih itu. Hanya saja kekayaan alam Papua yang melimpah tidak didukung Sumber Daya Manusia untuk menjalankan roda pemerintahan bila daerah itu dimekarkan menjadi bebera[a provinsi.

Belum lagi anggaran dari dana otonomi khusus (otsus) Papua yang diberikan pemerintah pusat yang jumlahnya sangat besar tetapi tidak berdampak kepada kesejahteraan masyarakat setempat. “Dana Otonomi Khusus yang diberikan kepada Papua hanya dinikmati segelintir elite daerah itu. Ini menjadi problem yang harus segera diselesaikan pemerintah pusat,” kata dia.

Baca juga:  Nasional Laporkan Pasien COVID-19 Sembuh Lampaui Kasus Baru

Namun, bagi rakyat Papua pemekaran itu diperlukan agar Papua tidak keluar dari NKRI, dan Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinnekata Tunggal Ika dan NKRI itu sudah final. Demikian pula dengan munculnya gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Jemmie curiga OPM itu sebenarnya asli atau palsu. “Karena senjata mereka seragam dan sebentar-sebentar ada di kota. Kalau senjata rampasan kan tidak seragam dan setaip tahun ada penyerahan senjata,” ujarnya.

Sementara itu, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan penolakannya atas rencana pemekaran karena belum memenuhi syarat daerah otonomi baru (DOB). Misalnya jumlah penduduk, potensi ekonomi, SDM yang memadai, dan sebagainya. “Itu penting karena SDM itu yang akan menjalankan birokrasi. Kalau tidak, maka pemerintahan tak bisa dijalankan dengan efektif, efisien dan profesional. Sehingga akan bangkrut akibat tak mampu mencapai target-target pembangunan,” ungkapnya.

Baca juga:  COVID-19 Melandai, Natal dan Tahun Baru Tidak Ada Pembatasan

Pemekaran, menurutnya harus dengan rencana besar (roadmap) yang integrated komprehensif, meliputi faktor SDM, budaya, sosialogi, ekonomi, dan sebagainya. “Harus ada komunikasi dan kesabaran, mengingat 60 % rakyat masih bependidikan rendah agar tak terjadi kesimpang-siuran,” kata Siti Zuhro. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *