SINGARAJA, BALIPOST.com – Kisruh harga pasir nampaknya belum juga berakhir. Puluhan sopir truk yang tergabung dalam Paguyuban Sopir Material (PSM) kembali menyampaikan tuntutan mereka kepada Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana Senin (26/2).
Sopir ini keberatan karena oknum sopir Karangasem yang menjual pasir ke Buleleng dengan harga murah. Mereka juga mengadukan adanya dugaan oknum petugas yang bermain, sehingga oknum sopir Karangasem itu bebas menjual pasir ke Buleleng.
Aksi damai anggota PSM untuk kesekian kalinya itu berlangsung sekitar pukul 09.00 Wita. Puluhan sopir ini datang ke Kantor Bupati mengendari truk yang bisa mereka gunakan untuk mengambil pasir ke Karangasem. Arus lalu lintas mulai dari Jalan Veteran hingga sebagian Jalan Ngurah Rai terganggu karena truk parkir di pinggir jalan.
Puluhan sopir membentangkan spanduk yang bertuliskan beberapa tuntutan mereka di kawasan Tugu Singa Ambararaja. Setelah aksi itu, mereka menuju lobi kantor Bupati dengan jalan kaki. Di tempat ini, perwakilan PSM diterima oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Ir. Dewa Ketut Puspaka, MP mewakili Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Dia didampingi Asisten III Ketut Astasemadi, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Gede Gunawan, AP, dan Kasatpol PP Buleleng Ida Bagus Suadnyana, SH.
Ketua PSM Singaraja Gede Tirta mengatakan, kisruh harga pasir muncul sejak erupsi Gunung Agung dan belum terselesaikan dengan keputusan dari pemerintah daerah. Dia menilai situasi di lapangan semakin runyam dan kalau dibiarkan dikhawatirkan menimbulkan permasalahan yang lebih luas. Sejak erupsi Gunung Agung September 2017 yang lalu disepakati bahwa sopir di Karangasem menjual pasir sampai di lokasi depo.
Sementara, sopir dari Singaraja mengambil material di tingkat depo untuk dijual ke pelanggan. Kesepakatan ini mencegah tergangunya arus lalulintas dan memudahkan evekuasi kalau terjadi eruspi Gunung Agung bersekala besar.
Walau sudah ada kesepakatan, beberapa oknum sopir Karangasem mengambil pasir di lokasi galian dan menjual ke Singaraja dengan harga rata-rata Rp 600.000 tiap truk. Sedangkan sopir Singaraja harus membeli di lokasi depo dengan harga rata-rata Rp 1,9 juta hingga Rp 2 juta per truk.
“Oknum sopir lokal Karangasem beli murah bebas mengatur harga pasir yang dijual ke Singaraja. Sementara kami harga belinya saja sudah mahal dan bagaiamana kami dapat untung,” katanya.
Selain harga timpang, Tirta mengeluhkan kuwalitas pasir di depo buruk dibandingkan pasir di lokasi galian. Selain itu, saat membeli bisa mendapatkan volume lebih, sehingga menambah besar keuntungan yang didapat oknum sopir Karangasem itu sendiri. Sementara, pasir di depo kuwalitasnya kurang dan volume kurang. Beberapa rekannya sering dikonplin oleh pelanggannya karena pasir dibeli mahal, namun kuwalitasnya buruk.
“Kalau sopir Karangasem beli murah, dapat isi lebih dan kuwalitas juga bagus. Tapi kami beli mahal kuwalitas jelek dan jujur posisi kami diambang kebangkrutan akibat tidak ada ketegasan penagturan harga dan lokasi pengambilan material,” jelasnya.
Menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, Tirta meminta Bupati segara berkordinasi dengan Pemkab Karangasem atau ke Pemprov Bali agar memfasilitasi kisruh bisnis pasir pasca eruspi Gunung Agung. Pihaknya menuntut ketegasan pengaturan harga termasuk regulasi yang harus diikuti semua sopir untuk mengambil material yang akan dijual kepada konsumen. “Kami minta masalah ini dicarikan jalan keluar, sehingga tidak smapai terjadi hal-ha yang tidak diiginkan, karena ini murni menyangkut “isi perut” teman-teman kami,” jelasnya.
Menganggapi aspirasi itu, Sekda Dewa Ketut Puspaka berjanji akan memfasilitasi tuntutan PSM ke Pemprov Bali. Hal ini karena aturan pengambilan material golongan C ada di Provinsi Bali. Selain itu, karena surat kepada Pemkab Karangasem terkait keberatan PSM yang diajukan beberapa bulan lalu hingga sekarang belum direspon, sehingga pihaknya meminta pemprov segara mengambil keputusan dengan melibatkan pengusaha galian C, sopir, termasuk Pemkab Buleleng dan Karangasem. “Kami minta provinsi membantu menyelesaian masalah ini. Perlu ada pertemuan terpadu melibatkan para pihak dan dibuat regulasi yang tegas, sehingga kisruh tidak smapai berlarut-laurt dan menghidnari konplik sesama sopir dan akses negatif lain,” jelasnya. (mudiarta/balipost)