JAKARTA, BALIPOST.com – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium (bensin) yang disertai dengan kenaikan harga jual BBM non-subsidi jenis pertamax mendapat sorotan DPR. Kebijakan tersebut dinilai makin memberatkan masyarakat juga dibarengi kelangkaan LPG (elpiji).
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta pemerintah memikirkan kembali kenaikan harga BBM nonsubsidi sejak 24 Februari 2018 di tengah isu daya beli masyarakat yang semakin menurun. “Walaupun yang dinaikkan adalah BBM nonsubsidi, pemerintah seharusnya memikirkan kembali bahwa daya beli masyarakat semakin berkurang. Hal ini menyebabkan perekonomian Indonesia tidak kondusif,” kata Fadli Zon di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/2).
Kenaikan BBM dengan menggunakan mekanisme pasar ini dinilai melanggar UUD 1945. “Meskipun ini dikatakan yang nonsubsidi, saya kira Mahkamah Konstitusi (MK) sudah pernah menyatakan bahwa tidak boleh harga BBM itu disesuaikan dengan mekanisme pasar internasional,” ujarnya.
Dalam amanat UUD 1945 tersebut mengamanatkan semua kekayaan yang dikuasai negara adalah sepenuhnya untuk mensejahterakan rakyat. “Kenaikan BBM ini harus diprotes, karena pemerintah tidak mampu memberikan suatu kemudahan dan fasilitas kepada rakyat terkait dengan BBM ini jadi harus ditolak,” tandasnya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah segera memberi penjelasan kepada masyarakat agar persoalan ini tidak meluas dan berdampak negatif. “Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menjelaskan kondisi kelangkaan dan kenaikan harga BBM non-subsidi, serta memberikan data produksi dan konsumsi yang akurat,” kata Bambang Soesatyo.
Seperti diberitakan terhitung sejak 24 Februari 2018, Pertamina menaikkan harga minyak nonsubsidi seperti Pertamax, Dexlite maupun Pertalite. Kenaikan harga sekitar Rp 300 untuk wilayah Jawa dan Bali; sedangkan di luar wilayah tersebut, kenaikan beragam. Harga Pertamax di Jakarta misalnya, naik menjadi Rp 8.900. Harga Dexlite naik dari Rp 7.500 per liter menjadi Rp 8.100 per liter. (Hardianto/balipost)