kripik belut
Proses pembuatan keripik belut di Poklahsar Taman Griya. (BP/san)

TABANAN, BALIPOST.com – Salah satu kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) yang berhasil mendapatkan sertifikat SNI adalah Poklahsar Taman Griya. Poklahsar yang berlokasi di Desa Nyambu Kediri ini menjalani sertifikat SNI untuk produk kripik belutnya. Setelah bersertifikat SNI, penjualan keripik Belut PoklahsarTaman Griya mengalami peningkatan setidaknya 20 persen.

Ketua Poklahsar Taman Griya, Ida Bagus Parwata, Selasa (27/2) mengatakan jika sebelum bersertifikasi penjualan kripik belutnya rata-rata dibawah Rp 50 juta dalam satu bulan. Penjualannya pun masih
menyasar warung-warung kecil. Setelah bersertfikat SNI, penjualan naik
rata-rata 20 persen atau antara Rp 50 juta hingga 75 juta per bulan.

Baca juga:  Dibandingkan Sebulan Sebelumnya, Inflasi Bali Alami Kenaikan

Untuk penjualan saat ini dilakukan satu pintu yaitu melalui PDDS (Perusahaan Daerah Dharma Santhika) Tabanan. ‘’Dari PDDS ini dibantu pemasarannya ke pasar oleh-oleh dan pasar modern yang bekerjasama dengan PDDS,’’ ujar Parwata.

Mengenai pemasaran setelah bersertifikan SNI menurut Parwata hingga saat ini memang tidak menemukan masalah karena produknya sudah memiliki pasar pasti yaitu melalui PDDS Tabanan. Kedepan, rencananya PDDS sendiri akan menjajaki penjualan produk ke mart-mart atau toko modern yang ada di Tabanan. Jika itu semakin diperluas, Parwata yakin penjualan kripik belut produksi Poklahsar Taman Griya akan meningkat sekitar 50 persen.

Baca juga:  Penjualan Listrik di Bali Minus 6,7 Persen

Untuk ketersediaan bahan baku sendiri diakui Parwata dipenuhi dari Jawa seperti Lumajang, Situbondo dan Bondowoso. Untuk di Bali ketersediaan bahan baku belut belum bisa dalam jumlah besar. Sementara rata-rata dalam satu minggu, Parwata membutuhkan 300-400 kilogram belut. ‘’Bahan baku masih didatangkan dari Jawa. Untuk Bali masih belum ada pemasok yang bisa memenuhi belut dalam jumlah besar,’’ ujarnya.

Untuk satu kilonya Parwata menjual produk keripik belut ini sebesar Rp 160.000 per kilo. Harga ini adalah harga produsen ke distributor. ”Jadi ini harga di Poklahsar sebagai produsen,” ujarnya. Dari harga ini menurut Parwata adalah harga minimal. Meski demikian pihaknya tetap mendapatkan keuntungan.’’Tetapi jika diturunkan lagi tidak dapat untung. Harga ini sudah minimal,’’paparnya.(wira sanjiwani/balipost)

Baca juga:  Omzet Penjualan di PKB Mencapai Rp 8,9 Miliar
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *