JAKARTA, BALIPOST.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) membentuk dan mengangkat Tim Pemeriksa Daerah (TPD) untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di daerah. Terdapat 136 Anggota TPD tahun 2018 dari seluruh Indonesia yang dilantik di Jakarta, Kamis (1/3).
Pelantikan dilakukan oleh Ketua DKPP Harjono disaksikan Sekretaris Jenderal DKPP Gunawan Suswantoro, beserta anggota DKPP Alfitra Salam, Ida Budhiati, Prof Teguh Prasetyo. Selain itu, pelantikan juga dihadiri Ketua KPU RI Arief Budiman, Anggota Bawaslu RI Moch. Afifuddin, Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo, Sekjen MPR/Plt. Sekjen DPD Mar’uf Cahyono, Sekjen KPU Arif Rahman Hakim, dan tamu undangan lainnnya.
Pembentukan TPD merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Dari 136 anggota TPD terdiri dari 4 orang mewakili tiap provinsi yaitu 2 orang dari unsur masyarakat, dan masing-masing satu orang mewakili unsur KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi.
Berdasarkan data yang diterima, dua unsur masyarakat dari TPD Bali adalah Ni Luh Riniti Rahayu dan mantan Ketua KPU Bali Anak Agung Gede Oka Wisnumurti. Sedangkan dari unsur KPU Bali diwakili Ketua KPU Bali, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dan Anggota Bawaslu Provinsi Bali yang membidangi Divisi Pencegahan dan Hubungan antar Lembaga, I Wayan Widyardana Putra.
Sekretaris Jenderal DKPP Gunawan Suswantoro menjelaskan proses seleksi keanggotaan TPD dari unsur masyarakat dilakukan melalui tahapan masukan publik terhadap nama-nama calon TPD yang diumumkan oleh DKPP melalui website dan media sosial. “Dari berbagai masukan publik tersebut, DKPP telah melakukan klarifikasi atas tanggapan publik pada setiap calon TPD, sebelum menetapkan keanggotaan TPD unsur masyarakat setiap provinsi,” katanya.
Kepala Biro Administrasi DKPP Bernad D Sutrisno menambahkan keanggotaan TPD dari unsur masyarakat berjumlah 68 orang. berlatarbelakang sebagian besar akademisi dan mantan penyelenggara Pemilu. “Dari 68 orang, sebanyak 53 persen atau 36 orang berlatar belakang akademisi, 43 persen atau 29 orang memiliki latar belakang sebagai mantan penyelenggara Pemilu, dan lain-lain hanya 4 persen,” katanya. (Hardianto/balipost)