DENPASAR, BALIPOST.com – Saat ini tenaga kerja (naker) jasa konstruksi yang bersertifikasi baru 20 persen dari 30.000 kebutuhan tenaga kerja jasa konstruksi di Bali. Bahkan secara nasional baru 10 persen dari 7,2 juta tenaga kerja konstruksi.
Artinya baru 7.000 tenaga jasa konstruksi yang memiliki sertifikat di Bali dan baru 700.000 di Indonesia. Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Bali Ida Bagus Nyoman Sudewa mengatakan, sertifikasi tenaga jasa konstruksi sangat penting. Yaitu untuk meningkatkan mutu dan kualitas proyek yang dikerjakan, agar tenaga kerja jasa konstruksi bekerja sesuai SOP, juga menghindarkan tenaga kerja konstruksi dari kecelakaan kerja. Karena ia mencatat terjadi 14 kecelakaan kerja saat pengerjaan konstruksi dalam 8 bulan terakhir.
Dengan 80 persen kekurangan tenaga kerja jasa konstruksi bersertifikasi di Bali, dibutuhkan waktu lebih dari 50 tahun untuk melakukan pelatihan dan sertifikasi secara normal. Sementara proyek-proyek pemerintah terus berjalan.
Maka dari itu LPJK melakukan percepatan pelatihan dan sertifikasi dengan berbagai ragam upaya. Salah satunya, LPJK bekerjasama dengan Kementerian PUPR untuk memotret proyek-proyek yang sedang dikerjakan. LPJK akan melakukan sertifikasi di lapangan untuk tukang dan mandor.
Karena banyak tenaga yang sudah bekerja dan ahli di lapangan tapi belum memiliki sertifikat. Upaya ini diperkirakan dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja jasa konstruksi 20-30 persen lagi. “Kita observasi dan asessment di lapangan. Apabila sudah memenuhi kompetensinya kita akan berikan sertifikat langsung di lapangan. Jadi itu namanya percepatan sertifikasi di lapangan (on going),” paparnya.
Selain itu, LPJK, Dinas PU baik provinsi maupun kabupaten/kota juga akan masuk ke desa-desa. Tenaga kerja jasa konstruksi di desa akan diberikan pelatihan dan sertifikasi secara on going. Dananya bisa dari bantuan provinsi, kabupaten/kota, bisa juga dari dana desa.
Dengan dana hampir Rp 52 juta, telah diberikan sertifikasi pada 25-30 orang tenaga kerja jasa konstruksi. Dalam waktu 2-3 hari, LPJK merampungkan pelatihan standar peralatan, metode yang digunakan, penerapan SOP bagi para tenaga kerja jasa konstruksi di desa itu.
Menurutnya tenaga jasa konstruksi juga bisa menjadi alternatif masyarakat Bali ketika pariwisata tidak bisa menjadi penopang perekonomian.
Upaya keempat yang dilakukan untuk percepatan sertifikasi adalah pelatihan jarak jauh untuk mahasiswa yang baru meraih gelar S1-nya. Upaya lainnya dengan bekerjasama dengan SMK dan PU. SMK dan PU dipertemukan untuk menyambungkan dan mencocokkan antara kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja jasa konstruksi. “Jadi tamatan SMK yang akan mengarah ke tukang, pelaksana dan mandor bisa difasilitasi untuk proses sertifikasinya. Sehingga dia siap di dunia kerja dan sudah memiliki SIM,” bebernya. (Citta Maya/balipost)