Pelaku
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim pimpinan Ketut Suarta menghukum terdakwa kasus prekursor dengan hukuman yang tinggi. Dua terdakwa yakni Putu Ruly Wirawan alias Ayung (40) dan Mohammad Hifni alias Cak Ni (37) masing-masing dihukum selama 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan.

Vonis yang dibacakan Senin (5/3) tersebut lebih rendah tiga tahun dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, JPU Hary Soetopo, dkk., menuntut supaya terdakwa dihukum 18 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Dalam perkara ini, majelis hakin sependapat dengan jaksa bahwa terdakwa bersalah dalam perkara prekusor. Prekusor narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang digunakan membuat narkotika. Sehingga mereka dijerat Pasal 113 ayat 1 dan kedua Pasal 129 huruf a juncto Pasal 132 ayat 1 UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Baca juga:  Turis Prancis Dituntut Enam Tahun Penjara

Dalam persidangan terungkap,  terdakwa bersama-sama telah membeli bahan seperti tiga bal korek api, 10 botol kecil aceton, air accu dan lainnya.

Sedangkan unsur pemufakatan jahat adalah dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat melakukan tindak pidana narkotika. Dan terdakwa bersama-sama saling telepon untuk membeli prekusor di Bali dan kemudian diekstrak menjadi sabu-sabu. Atas putusan itu, baik jaksa maupun terdakwa menyatakan menerima putusan hakim.

Sebelumnya, Ayung pada 27 September 2017 di Jalan Seroja Gang Nanas, Tonja, Denpasar, tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor,  atau menyalurkan narkotika golongan I. Yakni dengan cara memproduksi sabu-sabu yang dilakukan bersama temannya. Terdakwa melakukan dengan Cak Ni. Disebutkan bahwa dalam percakapan Ayung menilai bahwa Cak Ni punya resep untuk membuat sabu-sabu dan mereka ingin mencoba membuatnya.

Kata jaksa, awalnya Ayung tidak percaya bahwa Cak Ni bisa buat sabu-sabu. Namun dia akhirnya mencoba mengundang Cak Ni asal Pasuruan itu ke Bali, serta membawa bahan pembuatan sabu-sabu. Bahan sabu itu dibeli dengan biaya bersama.

Baca juga:  Korupsi Impor Baja, Analis Perdagangan di Kemendag Ditahan

Pada 7 September Ayung ditelepon Cak Ni bahwa dia sedang perjalanan menuju Bali dan Ayung minta menjemput di Terminal Ubung.  Besoknya Cak Ni tiba dan langsung diajak ke rumah kontrakan di Perum Mutiara Jalan Raya Abianbase, Badung.

Terdakwa meminta pada Made Irwan Widiana alias Dek Wan (berkas terpisah) sebagai penyewa rumah kontrakan, agar Cak Ni diizinkan menempati rumah tersebut.

Setelah diizinkan, besoknya Cak Ni membeli bahan seperti korek api, 10 botol kecil aceton, air aki (accu) dan bahan lainnya. Dan setelah bahan siap, mereka justeru pindah rumah dan kos di Jalan Tukad Banyupoh Gang 8, Sesetan. 15 September, Ayung dari Singaraja berangkat menuju Denpasar untuk bertemu Cak Ni. 24 September, kedua terdakwa menggunakan sabu-sabu hasil olahannya. Pola pembuatannya atau sabu buatan Cak Ni, proses pembuatannya dengan dicampur dengan menggunakan prekusor (bahan membuat narkotika). Yakni mencampur ephedrine, acetone, toluene dan hydrochloric acid serta bahan pendukung seperti fosfor, iodine, NaOH. Bahan ini semuanya diolah di tabung kimia (elenmeyer) dan diexstrak menjadi sabu-sabu yang selanjutnya menyerahkan hasil pembuatan itu  berupa kristal warna coklat pada Dek Wan.

Baca juga:  Dituntut 17 Tahun, Segini Vonis Pria Asal Lampung

Pada 27 September, berdasarkan informasi dari masyarakat, petugas BNNP Bali menangkap Ayung yang saat itu berada di lokasi proyek di Jalan Seroja Gang Nanas, Tonja. Petugas menyita HP yang digunakan berkomunikasi dengan Cak Ni dan selanjutnya petugas BNNP menangkapnya. Bahkan, kata jaksa dalam dakwaanya, Ayung sempat memvideokan pembuatan sabu-sabu itu. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *