JAKARTA, BALIPOST.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR mempertanyakan divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia dengan cara keharusan membeli hak partisipasi atau Participating Interestest (PI) Rio Tinto di Freeport Indonesia sebesar 40%. Meski terkendala persoalan ini, PTFI meyakini divestasi saham Freeport kepada Indonesia dapat selesai pada akhir bulan April tahun ini sesuai permintaan Presiden Joko Widodo.
Executive Vice President PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas memastikan pada saatnya 40% hak partisipasi Rio Tinto akan dikonversikan menjadi 40% saham di PTFI. Hal tersebut, menurut Tony telah disetujui oleh internal PTFI dan pemerintah Indonesia. “Sama, 1% PI for 1% saham. Satu banding satu, kalau 40% PI ya 40% saham. Tapi mungkin detailnya saya enggak bisa kasih tahu ke publik, masih dibicarakan,” kata Tony Wenas di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (7/3).
Untuk menguasai 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI), salah satu langkah yang harus diambil pemerintah Indonesia yakni mengakuisisi 40% hak partisipasi atau Participating Interest (PI) Rio Tinto di Tambang Grasberg. Meski terkendala masalah tersebut, Tony optimistis negosiasi pemerintah Indonesia dengan PTFI akan selesai pada April 2018 seperti yang diminta Presiden Joko Widodo. “Mudah-mudahan (selesai) April 2018. Kita sih optimis aja terus. Selama ini (kendalanya) kan detail divestasi, smelter, kelanjutan operasi, dan fasilitas perpajakan,” tegasnya.
Mengenai valuasi nilai saham PTFI, Tony mengaku tak mengetahui. Sebab, proses valuasi saham tersebut dilakukan pemerintah Indonesia. PTFI tidak begitu terlibat dalam penilaian saham perusahaannya. “Valuasinya kan pemerintah lagi due dilligence, kita tidak (terlalu terlibat). Sama seperti (pembicaraan) pemerintah dengan Rio Tinto, kita tidak ikut,” katanya.
Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi meminta pemerintah menjelaskan kepada publik tentang proses memperoleh divestasi lewat pembelian hak partisipasi Rio Tinto sebelum menguasai Freeport. “Saya ingin memperoleh penjelasan, mengingat Rio Tinto hanya memegang PI, sedangkan diwajibkan divestasi itu adalah pemegang KK dalam hal ini Freeport,” kata Kurtubi.
Dia mengaku heran, soal konversi 40% hak partisipasi menjadi 40% saham. “Persentase PI jadi saham bagaimana? Jangan sampai ini menjadi masalah nanti, karena tetap yang berkewajiban melakukan divestasi berasal dari sahamnya PTFI, bukan PI Rio Rinto jadi PI Inalum. Sebab saya pribadi penuh keraguan, belum lagi apa dasar hukumnnya mengkonversi PI jadi saham? Apa formulanya?” tanya Kurtubi. (Hardianto/balipost)