Subak Babakan Bayu di Kelurahan Sangkaragung, merupakan salah satu Subak di Jembrana yang memiliki keistimewaan. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Subak Babakan Bayu di Kelurahan Sangkaragung, merupakan salah satu Subak di Jembrana yang memiliki keistimewaan. Berbeda dengan Subak pada umumnya, Subak dengan luas hingga puluhan hektar ini memiliki ratusan anggota yang terdiri dari krama Hindu dan Muslim.

Namun sejak puluhan tahun, pola penanaman bersama melalui organisasi Subak berjalan guyub rukun dan mengedepankan toleransi. Kebiasaan ini sudah berjalan turun temurun sejak pendahulu mereka datang dan menetap di wilayah pinggiran Sungai Samblong ini.

Kedua desa yang berada dalam satu Kecamatan Jembrana, ini bersebelahan. Air Kuning tepat di pesisir pantai dan Sangkaragung di sisi Utara. Sehingga areal persawahan yang dimiliki berdekatan dan tergabung dalam satu Subak Babakan Bayu.

Baca juga:  Dari Bayi Kembar Tiga hingga Tewas Lakalantas

Dari segi kepengurusan organisasi Subak, ratusan anggota tetap dalam satu atap dipimpin oleh seorang Klian Subak. Kendati perbandingan jumlah anggota sebagian besar merupakan warga Muslim di Air Kuning, tetapi tetap mengikuti awig-awig yang telah disepakati Subak Babakan Bayu. “Dalam pengurusan kewenangan dibagi dua. Untuk yang Hindu, saya sendiri. Untuk yang dari Muslim, Wakil klian, Pak Sarmin,” ujar Klian Subak Babakan Bayu, Ketut Suara (60) ditemui akhir pekan lalu.

Selain mengelola Subak secara bersama-sama, dalam mengungkapkan rasa syukur akan hasil panen yang diperoleh keduanya memiliki cara masing-masing. Tetapi seluruh krama Subak saling terlibat. Seperti yang terlihat saat upacara ngusaba saat purnama kesanga awal bulan Mei lalu.

Anggota Subak seluruhnya terlibat dalam kerangka satu atap organisasi Subak itu. Untuk uron-uron (iuran) kegiatan, dihitung berdasarkan luas yang dimiliki dalam ukuran are. Dan ketika pelaksanaan upacara, seluruh krama dikoordinir masing-masing tetua yakni Klian Subak dan Wakil Klian. Yang membedakan, hanya pada menu makanan yang disuguhkan saat pertemuan di Bale Subak. “Semua memiliki peran masing-masing. Tetapi tetap dalam satu wadah Subak. Ini sudah berjalan dari dulu,” ujar Suara yang sudah menjabat Klian Subak selama 25 tahun ini.

Baca juga:  Ritual Ngaben, Kenali Jenis dan Perbedaannya

Selain memiliki Pura Subak bersebelahan dengan Bale Subak, di tengah-tengah areal persawahan juga terdapat tempat ibadah bagi umat Muslim yang sering digunakan untuk anggota Subak tersebut. Surau atau langgar itu digunakan untuk beribadah saat mereka turun ke sawah serta tempat berkumpul untuk syukuran atau selamatan usai panen.

Mereka menyebutnya selamatan tanah dengan menyembelih ternak berkaki empat. Wakil Klian Subak, Sarmin (65) mengatakan ritual selamatan tanah itu biasanya dilakukan lima tahun sekali. Namun kebetulan pada tahun ini juga digelar dan biasanya pelaksanaannya di surau di tengah sawah tersebut.

Baca juga:  Luas Lahan Pertanian Denpasar Makin Tergerus, Terhimpit Permukiman

Saat ritual inipun, krama Subak juga ikut bersama-sama mengikuti seperti saat ngusaba. Surau tersebut sehari-hari digunakan untuk anggota Subak yang melaksanakan ibadah saat tengah hari dan menjelang sore hari. “Langgar itu sudah lama dan digunakan untuk petani di Air Kuning, khususnya anggota subak beribadah saat di sawah,” terang Mustari (65), anggota Subak Babakan Bayu. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *