Ngusaba bantal
Krama Desa Pakraman Penglipuran, Kelurahan Kubu, Bangli, melaksanakana upacara Ngusaba Bantal di Pura Ratu Ayu Melasem, Minggu (11/3). (BP/nan)

BANGLI, BALIPOST.com – Krama Desa Pakraman Penglipuran, Kelurahan Kubu, Bangli melaksanakana upacara Ngusaba Bantal di Pura Ratu Ayu Melasem, Minggu (11/3). Upacara yang rutin dilaksanakan setiap tahun tepatnya pada Sasih Kesanga ini, digelar setelah warga melakukan panen raya padi. Dan jajan banta yang bakal dihaturkan sama sekali tidak bole dicicipi oleh pembuatnya muapun keluarga yang lain.

Bendesa Adat Penglipuran I Wayan Supat, mengungkapkan, upacara ini dilakukan sebagai wajud ungkapan puji syukur kepada Ida Ratu Melasem atas segala anugrah yang dilimpahkan selama ini. Dalam upacara ini, sarana utama banten yang dipersembahkan berupa jajan bantal yang dilengkapi dengan sarana upakara buah-buahan dan canang.

“Jajan bantal ini dibuat dengan beras dan ketan dari hasil panen padi warga. Upacara dilaksanakan setelah warga panen raya padi. Dan pelaksanaannya menghindari Pasah, Soma dan Sukra,”ucapnya.

Baca juga:  Desa Adat Penglipuran Mohon Kesuburan Pertanian dengan Ritual Nyeeb

Menurut Supat, dalam pembuatan jajan bantal ini ada dua warga yakni warna putih dan coklat. Jajan ini dibunggukus menggunakan daun enau termasuk bahan canangnya juga dibuat dari daun enau dan tidak ada yang memakai janur. Dipilihnya daun enau sebagai pembungkus bantal karena sudah menjadi kepercayan dan tradisi.

Jelas Supat, sesuai dengan keyakinan jajan bantal sebelum dihataturkan sama sekali tidak diperbolehkan didicipi oleh pembuat maupun keluarga yang lain. “Jika misalkan ada anaknya yang meminta jajan untuk dicicipi, maka jajan bantal lebih dulu harus dijatuhkan ke tanah. Karena kalau bantal sudah jatuh ke tanah, maka dianggap jajan sudah kotor dan tidak layak untuk dihaturkan,”katanya.

Baca juga:  Kembangkan Ekonomi Kerakyatan, Desa Adat Bisa Jadi Supplier Grosir

Dijelaskan, warga bantal yang dipersembahkan ada dua warna yakni warna putih dan coklat. Untuk jajan bantal warna coklat setelah diisi gula aren merah. Sedangkan jajan bantal putih tidak diwarnai. “Dalam persembahannya setiap tanding banten minimal diisi sebanyak 22 buah jajan bantal yakni 11 jajan bantal berwarna putih dan 11 warna coklat sesuai dengan arah mata angin. Dan berdasarkan kepercayaan ditambah dua lagi atas dan bawah, sehingga manjadi 11 buah,” katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, selain ngusabe bantal yang dilaksanakan di Pura Ratu Ayu Melasem, ngusabe bantal juga dilaksanakan di Pura Dalam Pingit. Kata dia, upacara ngusabe bantal di dua pura ini tujuannya hampir sama. Jika ngusabe bantal di Pura Ratu Ayu Melasem dilaksanakan setiap tahun sekali tepatnya pada sasih kesanga, sedangkan ngusabe bantal di Pura Pingit dilakukan setiap dua tahun sekali tepatnya setiap sasih ketiga.

Baca juga:  Bupati Suwirta Beri Pembekalan Pada Paskibra   

“Yang membedakan pelaksaan ngusaba bantal ini adalah kalau di Pura Rayu Ayu Melasam saat petabuhan hanya dilakukan oleh krama perempuan saja. Sementara untuk di Pura Pingin petabuhannya dilaksanakan krama laki-laki dan ditambah dengan bangun ayu menggunakan daging sapi dan waktu upacaranya dilaksanakan tepat pukul 24.00 Wita. Sedangkan di pura Ratu Ayu Melasam tidak ada tambahan bangun ayu dan waktunya upacaranya digelar pagi hari,” terang Wayan Supat.(eka prananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *