AMLAPURA, BALIPOST.com – Saat ini harga buah salak sedang berada di level rendah karena di pasaran harus bersaing dengan buah-buahan lokal lain yang juga sedang musim panen. Meskipun harga sedang anjlok, petani salak di Karangasem tetap tak kehilangan pasar terlebih jenis salak gula pasir.
Untuk menaikkan nilai ekonomi salak ini, Karangasem melakukan upaya peningkatan produk olahan. “Salak gula pasir tetap paling laku, memang saat ini harganya ada di kisaran Rp 10 ribu per kilogram,” ujar Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Karangasem, I Komang Cenik, Minggu (11/3).
Cenik mengatakan Januari sampai Maret, harga salak memang biasanya agak merosot. Namun berdasarkan pengalaman, harga akan berangsur normal setelah triwulan I itu. Perbaikan harga biasanya tak hanya berlaku untuk salak gula pasir, tapi juga salak biasa yang kini mulai banyak dimanfaatkan untuk membuat produk olahan.
Dijelaskan salak produksi petani Karangasem umumnya diklasifikasikan dalam tiga kelompok kualitas yakni A, B dan C yang diukur berdasarkan ukuran buah. Salak kualitas A dan B umumnya langsung dipasarkan dalam bentuk buah segar. Sedangkan kualitas C yang harga dasarnya lebih murah diolah menjadi berbagai jenis produk olahan, mulai dari keripik, manisan, hingga pia salak. “Yang kualitas C harganya sekarang di kisaran Rp 1.500 per kilogram. Dipilih menjadi bahan baku produk olahan karena lebih ekonomis,” ungkap Cenik.
Ia mengatakan saat ini di Karangasem sudah banyak tumbuh industri rumah tangga yang berbasis buah salak. Industri rumah tangga yang memanfaatkan buah salak tak hanya ada di daerah-daerah penghasil salak, tapi juga di kecamatan lain.
Salah satunya KWT Putri Mandiri di Kecamatan Sidemen yang memproduksi berbagai jenis oleh-oleh berbahan dasar salak, termasuk teh kulit salak. Hadirnya industri-industri kecil itu sudah mampu menyerap sekitar 20 persen total produksi salak Karangasem.
Selain usaha binaan Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian Perdagangan, belakangan juga mulai tumbuh usaha mandiri yang memproduksi camilan setengah jadi. Usaha sejenis diantaranya ada di wilayah Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem dengan bahan dasar salak kualitas C.
Produk olahan setengah jadi itu dipasok untuk pasar Surabaya. “Daging salak dipecah menjadi dua, lalu disimpan dalam tong, digarami. Usaha ini menyerap cukup banyak tenaga kerja,” jelas Cenik. (kmb/balipost)