DENPASAR, BALIPOST.com – Keluhan dari peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih sering terdengar. Utamanya soal ketidaksesuaian hak kamar peserta dan masih adanya iur biaya untuk pembelian obat dan alat tertentu.
Menurut Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Bali dr. I Gede Wiryana Patra Jaya, M. Kes, jumlah orang yang dicover JKN sangat besar. Sehingga membutuhkan fasilitas kesehatan (faskes) yang melayani JKN lebih banyak lagi.
Berdasarkan survei yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Bali Februari lalu, ketersediaan tempat tidur memang masih kurang. Sehingga tak heran kekurangan kamar atau ketidaksesuaian hak kamar peserta masih terjadi. “Kami ingin ada tim monev, tim monev ini terpadu. Dari unsur dinas, Persi dan BPJS Kesehatan. Sehingga kita bisa mengkaji suatu permasalahan di rumah sakit itu dengan baik dan mencarikan jalan keluarnya,” ujarnya Senin (13/3).
Tim monev agar selalu online 24 jam. Agar setiap keluhan yang masuk dapat diatasi dan ditelusuri di lapangan.
Dalam rangka mendorong mutu layanan rumah sakit, Persi mendorong agar RS segera melakukan akreditasi. Karena sesuai Permenkes 56, syarat RS menjadi provider BPJS Kesehatan adalah terakreditasi.
Sementara di Bali ada 5 RS yang belum terakreditasi dari 60 RS di Bali. Lima RS tersebut adalah Graha Asih, Bali Jimbaran, Bali Med Negara, RSBM. “Sekarang saya sedang mendampingi Graha Asih dan Bali Jimbaran untuk akreditasi,” ungkapnya.
Dengan terakreditasinya semua RS, pemecahan permasalahan JKN perlahan dapat teratasi. “Masyarakat di Badung selatan itu tidak perlu lagi lari ke Kapal,” tandasnya.
Menurutnya masalah tempat tidur tidak hanya masalah jumlah. Namun hari rawat pasien juga harus dikendalikan dengan baik. Sehingga hari rawat rata-rata bisa 3-5 hari.
Selain itu, solusi permasalahan kekurangan kamar tidak hanya dengan membangun gedung. Namun juga bisa dengan mengoptimalkan program kunjungan ke rumah. “Sekarang jika didorong peningkatan tempat tidur akan menjadi masalah lagi. Karena ada aturan pembangunannya. Sedangkan membangun ke atas tidak bisa,” ungkapnya.
Sementara permasalahan iur biaya masih kerap terjadi. Dengan alasan obat atau alat tidak ditanggung BPJS Kesehatan.
Sementara BPJS Kesehatan dalam membayarkan premi berdasarkan sistem paket INACBG’s. Artinya suatu penyakit telah memiliki tarifnya masing-masing. Maka dengan itu tidak ada alasan dari pihak RS atau faskes mengenakan iur biaya. Jika iur biaya masih dikenakan berarti pihak RS/faskes belum bisa menerapkan efisiensi sesuai harapan dari program JKN ini. (Citta Maya/balipost)