DENPASAR, BALIPOST.com – Pemberitaan palsu atau hoax kini menjadi tantangan baru yang dihadapi pariwisata Bali. Terlebih setelah ada bencana erupsi Gunung Agung.
Tak dimungkiri, keberadaan hoax secara tidak langsung turut membuat pariwisata Bali terpuruk. Termasuk kini setelah pariwisata mulai bangkit, hoax seakan masih enggan untuk pergi.
“Di Thailand itu, (wisatawan diminta, red) jangan ke Bali. Bali sudah hancur, seperti itu pernyataan mereka,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, A.A. Gede Yuniartha Putra, di Denpasar, Rabu (14/3).
Menurut Yuniartha, seperti itulah hoax yang berkembang mengenai kondisi Bali saat terjadi erupsi Gunung Agung. Belum reda soal erupsi, Bali kembali diterpa hoax mengenai sampah plastik di Nusa Penida.
Apalagi kalau bukan viralnya video sampah di Manta Point yang dibuat wisatawan Inggris, Richard Horner. Kendati, pemerintah sudah memastikan bila sampah tersebut merupakan kejadian insidental yang disebabkan oleh arus laut.
“Di media sosial luar biasa. Kemarin tim Kemenpar sudah turun, menyelam disana, buktinya bagus, bersih, tidak ada apa-apa. Itu berita hoax, seperti itu kita dihajar di media sosial. Ini akibat dari Bali is the best destination in the world. Negara kompetitor kita takut kalau Bali itu maju,” jelasnya.
Untuk menangkal hoax, Yuniartha mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi. Termasuk juga Biro Humas sebagai corong pemerintah. Selain itu, pihaknya juga memanfaatkan anggaran Bali recovery dari pemerintah pusat sebesar Rp 100 miliar untuk mempromosikan pariwisata.
“Kemarin sudah mendatangkan duta besar-duta besar yang ada di Jakarta, kita ajak dia kesini, kemudian melihat Bali seperti apa. Supaya tidak mendengar dari media sosial yang selalu saya katakan salah mengartikan tentang pariwisata Bali,” ujarnya.
Selain mengundang duta besar, lanjut Yuniartha, Fam Trip juga digelar melibatkan para blogger dengan follower banyak dari beberapa negara. Mereka diminta bantuannya untuk menyebarkan informasi yang benar tentang Bali. Kemudian, ada sales mission yang dilakukan ke negara-negara yang menjadi pangsa pasar Bali seperti India, Australia, dan Cina.
“Terkait Bali Recovery, kita memang tidak diberikan uang secara langsung. Tapi hanya diberikan kegiatan yang semuanya dibiayai pemerintah pusat menggunakan anggaran Rp 100 miliar itu,” tandasnya. (Rindra Devita/balipost)