Umat Hindu melakukan persembahyangan di Pura Pasar Agung. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Umat Hindu dari dulu dikenal terbuka terhadap perubahan. Dengan kearifan lokal yang dimiliki, umat Hindu mampu memfilter budaya asing yang masuk mempengaruhi segala lini kehidupan.

Spirit kearifan lokal ini mesti mampu diperkuat dalam menghadapi tantangan global yang semakin deras. Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1940 yang berbarengan dengan Hari Raya Saraswati ini merupakan momentum yang baik untuk memperkuat spirit kearifan lokal dalam menghadapi tantangan global.

Asdir I Program Pascasarjana Unhi Dr. Wayan Budi Utama, M.Si. menyampaikan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Hindu merupakan keniscayaan dalam memenangkan persaingan global. Terlebih dalam era MEA, SDM kita tentu akan menghadapi persaingan yang sangat ketat dengan tenaga kerja asing dalam merebut peluang kerja.

Baca juga:  Bertambah Enam, Kasus Positif COVID-19 di Bangli

Dengan kompetensi dan kualitas yang memadai, SDM Hindu akan mampu merebut posisi strategis dalam pasar kerja. Hari Raya Saraswati yang kali ini berbarengan dengan Nyepi momentum yang baik untuk introspeksi diri guna meningkatkan kualitas SDM dan memperkuat jatidiri. Nilai filosofi yang terkandung dalam hari raya keagamaan Hindu ini dijadikan spirit untuk meningkatkan kualitas diri.

Spirit hari raya ini terutama Saraswati, mesti dijadikan momentum untuk meningkatkan budaya literasi di kalangan generasi muda Hindu, sehingga lahir menjadi generasi emas. Budi Utama menambahkan, perayaan hari suci keagamaan ini, juga momentum yang baik untuk meningkatkan kepekaan sosial.

Membantu sesama yang kurang beruntung secara ekonomi dan meyadnya ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Konsep filantropi ini mesti diaplikasikan dalam tataran praksis. Nilai filosofi Hari Raya Nyepi melalui catur brata panyepian juga mengajarkan umat untuk mengendalikan diri, mengasah kepekaan sosial dan melestarikan lingkungan.

Baca juga:  Dampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Anggota Asita Bali Rugi Ratusan Juta Rupiah

Hal senada disampaikan dosen Fakultas Teknik yang pengurus Paiketan Krama Bali, Dr. Eng. I Wayan Kastawan, S.T.,M.A. Kata dia, Nyepi merupakan perayaan tahun baru sejak tahun 78 Masehi yang didasarkan pada penanggalan atau kalender Tahun Caka.

Nyepi ditujukan untuk menyucikan bhuana agung (makrokosmos) dan bhuana alit (mikrokosmos). Saat Nyepi, umat Hindu melakukan catur brata panyepian, yaitu amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak menikmati hiburan).

Baca juga:  Kasus COVID-19 Baru Dilaporkan Bali Lebih Banyak dari Tambahan Pasien Sembuh

Brata bermakna berpuasa untuk introspeksi diri agar kembali kosong, bersih dan suci dalam menyongsong tahun baru dengan membuka lembaran baru. Catur brata panyepian tidak hanya menyucikan umat manusia melalui introspeksi diri sebagai representasi bhuana alit tetapi juga memberikan dampak positif untuk keberlanjutan semesta atau bhuana agung.

Intropeksi diri dan keberlanjutan semesta melalui Nyepi telah menginspirasi umat manusia di dunia untuk melakukan brata, yaitu melakukan hemat energi dengan tidak menggunakan lampu selama 1 jam di seluruh dunia pada perayaan Earth Hour. Semoga keberlanjutan semesta semakin nyata kedepannya dengan meningkatkan kesadaran umat manusia. (Subrata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *