JAKARTA, BALIPOST.com – Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan pihaknya menghormati dan menghargai sikap DPP Partai Golkar yang berencana mengganti posisi Wakil Ketua MR RI yang saat ini dijabat Mahyudin kepada Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto.
Penegasan disampaikan Zulkifli Hasan usai menerima kunjungan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di rumah dinasnya di Kompleks Pejabat Negara, Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (19/3). “Soal pimpinan MPR, tentu itu haknya Partai Golkar sebagaimana saya haknya Partai Amanat Nasional. Kami hormati, kami hargai,” tegas Zulkifli Hasan usai pertemuan.
Zulkfili mengatakan, sikap MPR dalam menyikapi pergantian ini hanya menunggu usulan yang akan diajukan oleh DPP Partai Golkar. “Sekarang sedang berproses, kita tunggu saja perkembangan selanjutnya,” imbuhnya.
Pada kesempatan sama, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjelaskan kehadirannya menemui Ketua MPR dalam rangka konsultasi terkait rencana pergantian tersebut. “Kita berkonsultasi tentang pimpinan MPR. Di Partai Golkar sendiri, kami sudah berproses di internal. Kami menanyakan mekanisme di MPR,” ujarnya.
Soal mekanisme pergantian pimpinan MPR ini, Airlangga menjelaskan mengatakan sebenarnya di periode keanggotaan MPR/DPR 2014-2019 saat ini, partainya sudah memiliki pengalaman saat mengganti jabatan Ketua DPR.
Untuk jabatan ketua DPR sendiri, Golkar sudah melakukan tiga kali pergantian yaitu dari Setya Novanto yang diganti Ade Komarudin, kemudian Ade Komarudin digeser kembali oleh Setya Novanto. Terakhir, Novanto yang tersangkut masalah hukum diganti lagi oleh Bambang Soesatyo.
Saat ditanya kapan Partai Golkar akan mengajukan nama Titiek Soeharto ke Sekretariat Jenderal MPR, Airlangga mengatakan pihaknya belum mengajukan surat pengajuan pergantian karena masih dalam proses.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Golkar Mahyudin, menolak keputusan rapat pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan pergantian dirinya oleh Titiek Soeharto. “Saya tidak ada agenda mengundurkan diri. Ya kita tunggu saja. Apakah surat dari DPP disampaikan ke MPR, kalau masuk ke MPR akan kita bahas di pimpinan,” kata Mahyudin di Kompleks Parlemen.
Menurutnya, pimpinan MPR berpedoman pada hukum dan undang-undang. Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pimpinan MPR bisa diganti jika mengundurkan diri, meninggal dunia, atau berhalangan tetap. “Saya kira di pimpinan MPR akan taat asas dan taat hukum dan UU,” ujarnya.
Mahyudin mengaku telah berkomunikasi dengan Dewan Pembina Partai Golkar soal rencana DPP Golkar menggeser posisinya dari kursi pimpinan MPR itu, Dewan Pembina, menurut Mahyudin, tidak menyetujui pergantian tersebut. “Karena apa urgensinya sudah tinggal setahun. Kita lebih fokus ke pemenangan pemilu semestinya,” ujarnya.
Mahyudin berpendapat keputusan DPP Golkar ini berpotensi memunculkan perpecahan baru di internal Golkar. Ia pun mempertimbangkan akan mengambil langkah hukum soal pergantiannya. “Ya kalau bertentangan hukum tentu proses secara hukum. Tapi rasanya pimpinan MPR taat hukum,” ujarnya. (Hardianto/balipost)