BANGLI, BALIPOST.com – Setelah sempat tak digelar selama dua tahun, tradisi Nganten Bareng (nikah masal) di Desa Pakraman Pengotan kembali dilaksanakan Kamis (22/3).

Tradisi nganten bareng kali ini diikuti sebanyak 21 pasang mempelai. Tradisi nganten bareng di Desa Pakraman Pengotan merupakan tradisi yang wajib diikuti oleh pasangan pengantin. Jika belum melalui prosesi nganten bareng, maka pernikahan yang dilakukan warga Pengotan belum bisa diakui atau dianggap tidak sah secara adat.

Prosesi nganten bareng dilaksanakan di Pura Penataran Agung Desa Pakraman Pengotan. Ratusan krama tampak hadir untuk menyaksikan secara langsung prosesi nganten bareng yang berlangsung hingga sore.

Bendesa Adat Pengotan Jero Kopok saat ditemui di sela-sela kegiatan menjelaskan, tradisi nganten bareng di Desa Pakraman Pengotan sudah ada sejak Desa Pengotan berdiri. Sampai sekarang, tradisi warusan leluhur masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan oleh krama Desa Pakraman Pengotan. Tradisi ini menjadi sebuah keharusan bagi warga karena telah diatur dalam awig-awig atau aturan adat.

“Apabila pasangan pengantin tidak mengikuti tradisi ini, maka saat pujawali di Bale Agung mereka tidak diperkenankan kesini,” terangnya.

Baca juga:  Turun, Prevalensi Penyalah Guna Narkoba di Bali

Dikatakan Jero Kopok, tradisi nganten bareng yang dilaksanakan kemarin diikuti 21 pasang mempelai. Dari 21 pasang mempelai tersebut, 15 pasang mempelai diantaranya adalah warga asli Pengotan. Sementara 6 pasang mempelai sisanya merupakan warga Pengotan yang menikah ke luar desa. “6 pasang mempelai tersebut, laki-lakinya berasal dari luar Pengotan. Ada yang dari Kintamani, Gianyar dan ada yang dari Palu Sulawesi. Mereka wajib mengikuti tradisi nganten bareng di Pengotan” ujarnya.

Tradisi nganten bareng sempat tak dilaksanakan selama dua tahun. Hal itu dikarenakan selama dua tahun tersebut sedang ada pemugaran Pura Penataran Agung secara besar-besaran.

Dijelaskannya tradisi nganten di Desa Pakraman Pengotan diawali dari prosesi makruna yakni prosesi meminang yang dilakukan mempelai laki-laki terhadap mempelai perempuan. Prosesi itu dilaksanakan tiga hari lalu sebelum nganten bareng. Selain itu dilaksanakan juga prosesi ngaturang base kaputan sebagai pemberitahuan mempelai pengantin kepada jro dulu.

“Selanjutnya pada hari ini, nganten bareng diawali sangkep ngaten. Kami selaku bendesa adat menyampaikan kepada krama yang ikut sangkep mengenai dari mana saja mempelai pengantin yang ikut nganten bareng kali ini. Jadi dari 8 banjar yang ada di Desa Pakraman Pengotan, hanya dari banjar Tihing Desa saja yang tidak ikut,” jelasnya.

Baca juga:  Perang Tipat-Bantal, Tradisi Unik Desa Kapal Kembali Digelar

Kemudian setelah menggelar sangkep, prosesi dilanjutkan dengan pemotongan satu ekor sapi yang dibeli secara urunan oleh pasangan pengantin. Setelah diupacarai, daging sapi kemudian dibagikan oleh Jro Dulu kepada krama. Kemudian, masing-masing mempelai membawa nasi putih atau sari peserah sebanyak 4 rontong ke pura. Oleh Jro Dulu nasi tersebut juga dibagikan sesuai jumlah krama desa pengarep.

Usai membagikan nasi, barulah seluruh pasangan mempelai dipanggil. Sebelum masuk ke jeroan Pura Penataran Agung, para mempelai diupacarai berjejer di jaba sisi kelod. Adapun beberapa sarana upacara yang dipakai berupa tungku kayu dapdap yang diisi priuk lengkap dengan sesajen telur dan nasi putih. Dalam prosesi yang dinamakan medamah itu mempelai akan membuang sesajen ke belakang. Maknanya membuang kotoran yang ada dalam diri. “Setelah itu baru diperkenankan masuk ke jeroan,” kata Jero Kopok.

Baca juga:  Medungdung dan Ngutang Reged Tradisi Unik Sebelum Nyepi di Desa Nagasepaha

Selanjutnya sesampainya di jeroan, para mempeleai duduk di bale nganten. Mempelai laki-laki duduk di selatan sementara mempelai perempuan duduk di sisi utara bale nganten. Di sana seluruh mempelai makan sirih bersama. Maknanya agar eling bahwa mereka sudah menjadi bagian dari krama desa pengotan. Usai makan sirih di bale nganten, seluruh mempelai kemudian mepamit di sanggar agung.

Di huluning bale agung, para mempelai menaikan damar kurung yang terbuat dari mangkuk berisi minyak kelapa, kapas dan dilingkari daun jaka. Makna dari prosesi menaikan damar kurung adalah untuk memohon doa restu dan tuntunan dari Ida Sang Hyang Widi Wasa. Dari pura Penataran Agung, para mempelai kemudian mempamit dan pulang ke rumah masing-masing.

Sebagai akhir dari prosesi nganten bareng, para mempelai akan mebrata yakni tidak boleh melintas ke jalan yang ada di timurnya atau sebaliknya. “Setelah itu prosesi terakhir adalah membawa tipat bantal dari purusa ke pradana,” jelas Jro Kopok. (dayu rina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *