DENPASAR, BALIPOST.com – Pegawai BUMN yang mencari nafkah dan menetap di Bali agar tidak lagi menggunakan kendaraan bermotor berpelat luar. Termasuk juga para pengusaha nasional yang melakukan bisnis di Pulau Dewata.
Pasalnya, infrastruktur yang mereka manfaatkan dalam kesehariannya berada di Bali. Sedangkan kontribusi berupa pajak kendaraan bermotor justru disetor dan dinikmati daerah lain. “Kita akan datangi pengusaha-pengusaha nasional yang ada di daerah, intinya kita mengajak mereka (melakukan mutasi dan balik nama kendaraan, red),” kata Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali, I Made Santha disela-sela Rapat Paripurna di DPRD Bali, Kamis (22/3).
Ia mencontohkan perusahaan perbankan BUMN, ternyata menggunakan kendaraan pelat luar. Alasannya, dikasih dari pusat. “Saya harap berhenti lah berfikir seperti itu. Mari kita kembali ke jalan yang benar,” ujarnya.
Selama ini, lanjut Santha, potensi pendapatan yang hilang dari kendaraan bermotor pelat luar Bali cukup tinggi. Dengan metode sampling saja, didapat angka 1800an lebih kendaraan dengan nilai kerugian hingga Rp 4,6 miliar di tahun 2017. Padahal, pajak kendaraan bermotor yang dibayar nantinya juga akan dikembalikan lagi kepada masyarakat. Yakni dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
“Mereka kan pasti menikmati kalau jalan itu mulus, hotmix. Coba kalau rusak hotmixnya, dia pelat luar juga ikut ribut disini, koq jalannya jelek. Pertanyaan saya kan sederhana saja, bapak sudah bayar pajak belum sehingga jalannya jelek. Coba bayar pajak, besok saya akan bagusin jalannya itu,” imbuhnya.
Santha memprediksi jumlah kendaraan bermotor pelat luar Bali jauh lebih banyak dari hasil pendataan dengan metode sampling. Oleh karena itu, pemilik kendaraan berpelat luar Bali mesti digugah kesadarannya agar ikut berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur yang digunakan bersama-sama disini. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan pendataan kembali terhadap kendaraan dari luar. Lebih-lebih yang pemiliknya menetap di Bali. Dalam Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), kendaraan yang berada pada suatu daerah tertentu berturut-turut 3 bulan juga telah diatur wajib melakukan mutasi.
“Kami juga akan melaksanakan razia gabungan terhadap semua kendaraan, razia door to door, dan segera melakukan pemasangan stiker. Begitu kita melihat kendaraan luar Bali yang ada di Bali, kita pasangi stiker karena kita ingin melaksanakan perintah UU 22/2009,” jelasnya.
Sementara itu, Ranperda tentang Pencabutan Perda No.8 Tahun 2000 tentang Pembatasan Memasukkan Kendaraan Bermotor Bekas kemarin resmi diketok palu. Salah satu alasan pencabutan adalah untuk menghindari dualisme hukum dengan Perda No.4 Tahun 2016 tentang LLAJ. Namun demikian, ada kekhawatiran mengenai tidak adanya Perda yang mengatur tentang pembatasan kendaraan dari luar Bali.
“Oleh karena itu, penertiban kendaraan luar daerah yang masuk ke Bali harus dilakukan secara rutin melalui razia gabungan bersama pihak kepolisian dan memberikan stiker khusus sebagai tanda kepada kendaraan yang masuk ke Bali dan dapat beroperasi sementara maksimal 3 bulan,” ujar Wakil Ketua Pansus Pencabutan Perda, I Ketut Jengiskan.
Menurut Jengiskan, penindakan berupa denda ataupun dipaksakan untuk melakukan mutasi harus dilakukan pada kendaraan luar yang ditemukan beroperasi lebih dari 3 bulan di Bali. Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama mengatakan, dewan segera menyiapkan regulasi baru berupa Perda untuk bisa menertibkan dan memungut pajak kendaraan dari luar yang beroperasi di Bali. Perda baru ini tidak melarang masuknya kendaraan berpelat luar, namun akan mengendalikannya.
“Kita akan siapkan regulasi yang baru agar kendaraan dari luar yang beroperasi di Bali bisa ditertibkan dan dipungut pajaknya,” ujar Politisi PDIP ini. (Rindra Devita/balipost)