Perajin batik sedang menyelesaikan karyanya. (BP/udi)

BANYUWANGI, BALIPOST.com – Tingginya pasar batik menuntut para perajin batik meningkatkan profesionalisme. Salah satunya, mengantongi sertifikasi. Kini, tercatat 86 pembatik lokal yang memperoleh sertifikat kompetensi profesi kerajinan batik.

Uji kompetensi ini menjadi pengakuan standarisasi baik nasional maupun internasional. Sehingga, produk yang dihasilkan bisa masuk ke seluruh segmen pasar. “Dengan mengikuti uji kompetensi ini pembatik didorong meningkatkan kualitas karya batiknya. Mereka bukan hanya bisa bersaing dengan sesama batik tulis di tanah air, tetapi karyanya juga layak untuk ekspor,” jelas Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Senin (26/3).

Baca juga:  Bahan Gula Merah Menyusut, Perajin Beralih ke Dodol Nangka

Proses Sertifikasi Kompetensi ini dilakukan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Batik dan Pemkab Banyuwangi. Sebanyak 100 pembatik Banyuwangi telah mengikuti uji kompetensi.

Anas menambahkan pihaknya terus mendorong perkembangan batik di daerah. Antara lain lewat even Banyuwangi Batik Festival, digelar selama lima tahun terakhir. “Batik festival ini kami gelar untuk memicu kreativitas para pembatik. Setelah lima tahun digelar, UMKM batik akhirnya berkembang di Banyuwangi. Sertifikasi ini melengkapi upaya kami untuk terus meningkatkan kualitas pembatik,” jelas Anas.

Baca juga:  Berdiri Sendiri

Sementara, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ketut Kencana mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Batik yang memberikan uji sertifikasi bagi pembatik. Penilaian kompetensi tersebut mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) profesi Batik tahun 2013. “Uji kompetensi diikuti 100 pembatik lokal. Hasilnya 86 pembatik memenuhi penilaian kriteria dan berhasil memperoleh sertifikat kompetensi profesi,” kata Ketut.

Baca juga:  Pemandian Sendang Bektiharjo di Tuban

Dalam uji kompetensi ini, pembatik mengikuti sejumlah tahapan penilaian, mulai pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dilakukan dengan praktik langsung dan wawancara. Penilaian dilakukan oleh sepuluh asesor berpengalaman, juga praktisi batik dari berbagai daerah di Indonesia. Tak hanya pintar membatik, para perajin juga memahami filosofi dari masing-masing motif batik yang dibuat. (Budi Wiriyanto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *