Siswa SMPN 3 Denpasar menunjukkan rompi antipeluru yang berhasil dibuat pada pengunjung pameran serangkaian Bali Post Goes to School yang digelar di sekolah itu, Selasa (27/3). (BP/wan)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ada yang berbeda pada pelaksanaan program Bali Post Goes to School (BPGS) 2018 yang di selenggarakan di SMPN 3 Denpasar, Selasa (27/3). Pasalnya, selain memamerkan hasil karya jurnalistik dan menggelar perlombaan seni dan budaya, siswa-siswi SMPN 3 Denpasar juga memamerkan hasil karya inovasinya.

Bahkan, hasil karya inovasi tersebut telah dikompetisikan di ajang regional, nasional bahkan tingkat internasional. Mulai dari baju antipeluru hingga casing HP antiradiasi yang menggunakan bahan-bahan alamiah.

Berbahan sampah Daun Ketapang dan Jerami Padi yang dicampur geometri dan solulosa, 5 siswa-siswi SMP N 3 Denpasar, yaitu Ni Made Galuh Cakrawati Dharma Wijaya, Ketut Desta Pradnyaswari, I Ketut Cahaya Tirta Dharmaputra, Sang Ayu Rania Callista Astarina, dan Ida Ayu Sri Widyastuti berhasil mengembangkan baju rompi antipeluru yang diberi nama “Prototype Bulletproof Vest Series 02-GCRDW.” Bahkan, karya inovasi ini sukses meraih medali perak diajang Wintex di ITB pada Maret 2018.

I Ketut Cahaya Tirta Dharmaputra, mengungkapkan ide pembuatan prototip rompi antipeluru berawal dari kasus maraknya kejahatan yang terjadi. Salah satu perlindungan adalah menggunakan rompi antipeluru, seperti yang digunakan aparat keamanan dan militer dalam menjalankan tugasnya.

Baca juga:  PDI Perjuangan Bali Gelar Talkshow Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali Komplementer

Permasalahannya, rompi antipeluru selama ini menggunakan bahan-bahan seperti Aramid (Kevlar), CNT (Carbon nanotubes dan bahan lainnya. “Semua bahan itu umumnya menggunakan bahan sintetis. Dan kami mencoba berpikir untuk memanfaatkan bahan yang ada di sekitar lingkungan kita. Kami mencoba sampah daun ketapang dan jerami padi yang kami campur geometri dan selulosa. Ternyata setelah ditembak tidak tembus,” ujar Cahaya, Selasa (27/3).

Dijelaskan, bahwa secara umum rompi antipeluru tersebut terbagi menjadi dua bagian terpisah yang dirangkai menjadi satu. Bagian pertama adalah material semi nanokomposit dari kombinasi sampah daun ketapang (Terminalia Catappa) dan limbah jerami padi (Oryza Sativa). Pada sampah daun Ketapang yang dimanfaatkan adalah unsur carbonnya. Sementara pada jerami Padi (Oryza Sativa) yang dimanfaatkan adalah senyawa silika dan unsur carbonnya.

Guna merekatkan campuran itu sehingga terbentuk komposit, digunakan lem perekat resin dan hardener. Material ini berbentuk padat, keras, kuat tetapi sedikit agak lentur . Sehingga fungsi material bagian pertama ini untuk mencegah peluru menembus hingga ke tubuh pemakai rompi anti peluru.

Material bagian kedua adalah material kombinasi sabut Kelapa (Cocoa Nucifera), daun Pisang dan kain katun. Material ini berupa lapisan selang-seling antara kain katun dan sabut kelapa secara berlapis-lapis hingga ketebalan yang tertentu. Guna merekatkannya digunakan lem putih. Material ini memanfaatkan selulosa dan lignin yang dikandung sabut kelapa dan selulosa pada kain katun.

Baca juga:  Keluarkan Pergub Nomor 1 Tahun 2023, Langkah Tepat Gubernur Koster agar Pariwisata Tumbuh Pesat

Fungsi material bagian kedua ini adalah untuk menjerat dan mengurangi energi dari terjangan peluru saat menerobos lapisan material ini. Sehingga saat peluru menghantam material bagian pertama, energy yang yang tersisa tidak sebesar awal. Dengan demikian mengurangi besarnya energy tumbukan pada material bagian pertama. Sekaligus mencegah terjadinya retakan pada material bagian pertama. “Bahan yang kami gunakan sudah sempat diuji dengan menggunakan senjata revolver 38 dari jarak 15 meter di lapangan tembak Polda Bali di Kesiman. Dan material dengan ketebalan 1 cm tidak mampu ditembus peluru revolver 38. Hanya terjadi retakan kecil di bagian belakang material berbentuk palang. Sementara bagian depannya yang berbenturan langsung dengan tumbukan peluru tetap mulus tanpa retakan,” tukasnya.

Selain rompi antipeluru, karya inovasi lainnya yang tak kalah bergengsi yaitu Biomaterial Casing Telepon Seluler (HP) antiradiasi juga dipamerkan pada kesempatan tersebut. Karya inovasi yang berhasil meraih medali emas pada ajang Malaysian Association of Research Scientists (Mars) pada Februari 2018 ini memanfaatkan limbah Jerami Padi (Oryza Sativa) sebagai bahan utamanya.

Baca juga:  Tahura Ngurah Rai Paling Terancam

Karya inovasi ini diciptakan oleh 5 siswa SMPN 3 Denpasar, yaitu I Gede Adhie Kinandana, I Made Dika Damanata, Gede Aryana Saputra, I Putu Aryana Saputra, dan I Putu Mahendi Krisna Massudana.

I Putu Mahendi Krisna Massudana, mengatakan bahwa ide pembuatan Biomaterial Casing HP antiradiasi ini bermula dari keprihatinannya kepada masyarakat yang semakin bergantung pada HP, namun tidak menggunakannya dengan baik. Sebab, dalam penggunaannya seseorang sering menaruh HP di saku celananya.

Padahal itu sangat berefek buruk bagi organ vitalnya karena HP mempunyai gelombang radio frekuensi yang dapat berpengaruh pada kerusakan sel-sel dalam organ tubuh. “Selain berguna mengurangi limbah jerami padi, biomaterial casing ini juga dapat menghambat gelombang radiasi HP, sehingga orang tidak perlu takut lagi meletakkan HP-nya di saku celana. Biomaterial casing ini dapat menyerap gelombang radiasi HP sebesar 70,7 % yang dikeluarkan dari HP tersebut. Jadi sangat aman,” pungkasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *