JAKARTA, BALIPOST.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 10,56 triliun dari 1.950 permasalahan pengelolaan keuangan negara karena tidak mematuhi ketentuan perundangan.
Temuan tersebut disampaikan dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017 BPK dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/4).
IHPS BPK yang dibacakan Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengungkap 1.950 permasalahan itu merupakan bagian dari 4.430 temuan yang memuat 4.852 permasalahan. Lebih rinci dijelaskan, dari 1.950 permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 840 di antaranya mengakibatkan kerugian senilai Rp 1,46 triliun. Kemudian terdapat potensi kerugian dari 253 masalah ketidakpatuhan dengan nilai Rp 5,04 triliun.
Selain itu terdapat juga kekurangan penerimaan sebanyak 359 permasalahan senilai Rp 4,06 triliun. Permasalahan ketidakpatuhan, didominasi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya yang mencapai Rp 7,169 triliun. Kemudian disusul oleh pemerintah daerah, BUMD & BULD, yang mencapai 2,05 triliun, dan pemerintah pusat sebesar Rp 1,34 triliun.
Ketidakpatuhan, mayoritas mengakibatkan kekurangan penerimaan terutama pada BUMN yang mencapai Rp 3,82 triliun, disusul oleh daerah Rp 125 miliar, dan pusat senilai Rp 116 miliar.
Sementara ketidakpatuhan yang menyebabkan potensi kerugian negara paling banyak ditemukan pada laporan BUMN dan Badan lainnya Rp 3,24 triliun, disusul pemerintah daerah BUMD & BLUD Rp 1,71 triliun, dan pemerintah pusat Rp 77 miliar.
Kerugian negara paling besar tercatat pada laporan keuangan pemerintah pusat yang mencapai Rp 1,15 triliun, disusul pemerintah daerah Rp 207 miliar, serta BUMN dan Badan lainnya Rp 99,3 miliar.
Atas permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, hingga kekurangan penerimaan tersebut, pada saat pemeriksaan entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dan menyerahkan aset dan menyetor ke kas negara atau daerah senilai Rp 65,91 miliar.(hardianto/balipost)