MANGUPURA, BALIPOST.com – Keberadaan hostel atau rumah yang disewakan layaknya hotel di Kabupaten Badung, menjadi perhatian serius Bupati Nyoman Giri Prasta. Pihaknya telah melalukan pendataan di 62 desa dan kelurahan serta ke 554 banjar yang ada di wilayahnya guna menertibkan keberadaan hostel, termasuk akomodasi bodong lainnya.
Bupati Giri Prasta menilai, keberadaan hostel dan akomodasi tak berizin merupakan potensi pajak yang hilang, sehingga perlu dilakukan penataan dengan baik. “ita sudah melakukan pendataan di desa dan kelurahan begitu juga ke 554 banjar. Target pajak ini harus ditata, kalau tidak sesuai dengan mekanisme ya kita tutup,” ujar Bupati Giri Prasta, usai sidang paripurna, Selasa (3/4).
Selain menata keberadaan hostel, pejabat asal Desa Pelaga, Petang itu juga akan menata vila yang dimiliki asing, namun atas nama masyarakat lokal. “Ada juga potensi pajak yang kami lakukan penataan. Seperti kepemilikan vila, di mana perempuan dari Bali lakinya (bersuamikan). Ini juga akan kami tertibkan,” katanya.
Tak hanya melakukan pendataan, politisi PDI Perjuangan itu juga akan memasang Closed Circuit Television (CCTV), di luar area private vila serta pemasangan label bahwa telah mengantongi izin dan membayar pajak. “Untuk semua wajib pajak kami pasangi label, di luar private area dipasang CCTV. Tim teknis nanti akan mengecek, dan memberikan peringatan (pelanggar -red) satu, dua, dan tiga kalau tidak ya.. ditutup,” tegasnya.
Ketua DPRD Badung, Putu Parwata, saat dikonfirmasi, Rabu (4/4) juga sepakat dilakukan penertiban hostel dan akomodasi pariwisata lainnya untuk meminimalis potensi pajak yang hilang. Namun, penataan akomodasi ini harus diawali dengan melakukan revisi Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel dan Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang restoran. “Kita harus masuk dulu dalam revisi peraturan daerah terkait pajak hotel dan restoran (PHR), sehingga yang disebut dengan hostel, vila dapat dikenakan pajak walaupun belum memiliki izin,” ungkapnya.
Menurutnya, dasar hukum untuk menjerat hostel dan vila harus jelas agar tidak menimbulkan gugatan hukum ke depannya. “Jadi dasar hukumnya harus jelas revisi akan lakukan dulu, sehingga sedikit demi sedikit lost (kehilangan) pajak bisa kita minimalis kalau aturanya sudah ada,” pungkasnya. (Parwata/balipost)