JAKARTA, BALIPOST.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) mengadakan uji Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) proyek pembangunan Jawa Bali Crossing (JBC) selama dua hari pada 5-6 April 2018 untuk melihat berbagai aspek dari Rencana Pembangunan SUTET 500 kv dari GISTET Paiton ke GISTET Antosari dan SUTT 150 kv dari GI Antosari ke GI Kapal oleh PLN UIP Jawa bagian Timur dan Bali I.
Rapat Komisi Penilai Amdal itu mengagendakan pembahasan adendum amdal atau tambahan klausul maupun pasal-pasal dari isi perjanjian induk kontrak karya yang sudah diselesaikan pada Tahun 2014 silam. Namun, pertemuan terkesan belum mencapai kesepahaman sehingga perlu dilakukan sosialiasi lagi di masyarakat untuk penyelesaiannya.
Sebanyak 21 utusan pemangku kepentingan se Bali hadir untuk mencari pemahaman bersama. Utusan yang hadir antara lain dari Tim Pemrakarsa, Tim Konsultan, unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Kepala Dinas terkait Provinsi Bali, SKPD dan Kepala Dinas terkait Kabupaten Buleleng, SKPD dan Kepala Dinas terkait Kabupaten Tabanan, perwakilan LSM, serta pengempon pura. Rapat juga dihadiri lengkap pengurus PHDI se Bali yaitu Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris PHDI Bali beserta para ketua PHDI di delapan kabupaten dan kota Denpasar.
Meski belum ada kesepahaman, Sekretaris Komisi Penilai Amdal Pusat KLH, Ary Sudijanto selaku pimpinan rapat mengatakan ada nilai positif yang bisa diambil dari pertemuan tersebut yaitu rapat berlangsung penuh kebersamaan. “Sekalipun dapat saya katakan deadlock. Tapi forum ini bisa menjadi forum silaturahmi,” kata Ary sebelum menutup rapat di Gedung Manggala Wanabakti, Kantor KLH, Jakarta, Jumat (6/4).
Ary berharap usai rapat ini, semua utusan bisa memberi pemahaman secara luas kepada masyarakat Bali. “Kita beri pemahaman dulu kepada masyarakat. Nah, kita tunggu hasilnya itu. Nggak bisa kalau masyarakat dipaksakan untuk mengikuti kemauan. Walaupun di pertemuan tadi belum ada kesepahaman, tetapi kan berlangsung baik, situasinya nggak panas,” kata Ary menjawab pertanyaan awak media.
Untuk rapat lanjutan, Ary mengatakan sangat tergantung masyarakat di Bali. Apabila masyarakat bisa menerima maka Rapat Komisi Penilai Amdal bisa ditindaklanjuti lagi, namun apabila masih belum bisa menerima, maka rapat ditunda sampai masyarakat benar-benar memahami pentingnya rencana pembangunan ini.
“Jadi tergantung masyarakat kalau memang belum bisa memahami dan menerima, ya selesai. Kalau bisa menerima, rapat kami lanjutkan,” kata Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Hidup, Usaha dan Kegiatan, KLH ini.
Ditanya soal keyakinannya, proyek pembangunan ini bisa selesai sesuai harapan, Ary lagi-lagi mengatakan semua tergantung masyarakat Bali. “Tergantung masyarakat Bali. Bisa menerimanya atau nggak. Tapi sebenarnya pemenuhan listrik ini kan juga untuk kepentingan masyarakat Bali,” tekannya.
Dalam rapat yang dimulai sekitar pukul 9.00 WIb hingga sekitar pukul 13.30 WIB itu, semua utusan diberi kesempatan menyampaikan pendapatnya. Mayoritas dari para utusan menyuarakan pendapat sama yaitu penuntasan adendum amdal terkait aspek sosial dan budaya yang belum tuntas.
Nyoman Genep dari Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Buleleng mengatakan pihaknya telah mengkaji rencana pembangunan ini dari sisi lingkungan hidup. “Intinya kami telah mengkaji. Namun perlu mendapat tekanan dari aspek sosial budaya. Karena ada pura dan kawasan suci. Oleh karena itu, koordinasi menjadi sangat penting masyarakat dan para pelingsir di Bali,” ujarnya.
Tiap pembangunan, kata dia pasti ada dampaknya. Untuk itu, sebelum pembangunan dilakukan lebih jauh lagi, sebaiknya harus diselesaikan aspek sosial dan budayanya. “Kesucian pura perlu didudukan bersama. Agar tidak menjadi penghambat program pembangunan ini,” tegasnya.
Sedangkan Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi mengatakan situasi yang memanas di Bali terkait rencana pembangunan ini karena adanya upaya ancaman yang ditujukan kepada pengurus PHDI pasca keputusan yang menolak rencana pembangunan proyek ini. “Ternyata dapat tekanan dari orang yang ancam. Ini yang membuat situasi di Bali menjadi panas. Untung saja tidak disentuh. Lalu mengeluh kepada saya, tapi saya bilang tidak usah ditanggapi,” kata Sudiana membuka pendapat PHDI Bali.
Kendati belum mencapai titik temu, ia mengapresiasi pertemuan ini. Karena menurutnya pertemuan tadi mendengarkan aspirasi semua pemangku kepentingan di masyarakat yang memang dari aspek sosial budayanya belum dilaksanakan secara maksimal.
“Masukan-masukan dari masyarakat baik teknis, maupun kajian sosial budayanya banyak sekali kurangnya. Ini merupakan salah satu ‘PR’ besar di Bali dan harus dilaksanakan terkait aspek amdalnya,” kata Sudiana.
Menurutnya, sikap parisada sudah jelas, menolak. Karena adanya masalah kepercayaan, masalah prinsip yang harus dipegang PHDI dan umat Hindu di Bali. “Yaitu adanya putusan Bisama, yang tidak boleh menyambung Jawa dengan Bali. Jadi ini memang hal-hal yang perlu sangat diperhatikan kesucian Ppura merupakan hal paling utama. Taksunya masyarakat Bali,” tegasnya.
Sudiana juga menegaskan apa yang disampaikan PHDI bukan dalam kapasitasnya memberikan solusi, tetapi hanya memberi pendapat. “Silakan dikaji dari PLN. Kita tidak bisa ngasih solusi. Bahwa ada ketentuan dari Bisama, ya Bisama itu aja. Secara teknis silakan PLN membuat kebijakan yang terbaik. Dari kami sudah jelas sikapnya, mulai dari parisada, majelis, sampai pemudanya, kemudian masyarakat di sana sudah tidak menerima, karena ini masalah kepercayaan,” imbuhnya.
Sikap tegas PHDI juga disampaikannya ketika ditanya apakah ada kompromi apabila yang tersambung hanya sebatas kabel, bukan jalan maupun jembatan seperti yang diungkapnya tentang kemarahan masyarakat Bali terhadap usulan rencana jembatan untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Bali beberapa waktu lalu. “Kalau namanya nyambung ya..sama saja. Walaupun hanya kabel kan jelas namanya nyambung,” tandasnya.
Sementara itu, General Manager PLN Distribusi Bali I Nyoman Suwarjoni Astawa mengatakan awalnya dia berharap Rapat Uji Amdal memberi progres lebih baik untuk penyelesaian pembangunan yang sudah dimulai sejak Tahun 2008 ini. Tetapi, raut wajahnya tampak kecewa karena justru yang diperoleh seolah proses panjang yang telah dilalui itu mentah kembali.
“Tadi sebenarnya kita mulai membahas hanyalah adendum amdalnya saja. Yang sebenarnya induknya sudah selesai di Tahun 2014. Artinya, kita sudah pada tahap mau buat gardu induk, jalan akses, juga mau nanam kabel yang sebenarnya juga akan digunakan untuk pemenuhan listrik di pura, yang sampai saat ini belum bisa dialiri listrik, karena belum boleh mengaliri jaringan listrik di sana,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya menghormati. Ke depan, PLN mencoba memperbaiki dari sisi kebijakan dengan sosialisai lebih lebih baik lagi. Semua stakeholder harus memahami bahwa kebutuhan pemenuhan listrik di Bali sudah sangat dibutuhkan, apalagi ada panduan pembangunan daerah. “Jadi harus kita sosialisasikan, sehingga jangan sampai di sisi tataran pelaksanaan ditolak. Mengapa keputusan yang sudah diambil, akhirnya mentah lagi,” sesalnya.
Oleh karena itu, Suwarjoni berharap pihaknya diberi waktu untuk bertemu kembali dengan semua pemangku kepentingan, terutama dari Parisada, Majelis dan Masyarakat secara lengkap.
“Sepertinya kita harus bicara dari awal lagi. Bicara pelan-pelan, kenapa sih PLN mengambil kebijakan ini, kenapa sepakat program ini harus diselesaikan. Masalah-masalah kearifan lokal, masalah-masalah kepercayaan seperti yang tadi disampaikan… yuk kita bicara. Jalan keluarnya seperti apa,” imbuhnya.
Iapun mengingatkan, bahwa masalah pembangunan Jawa Bali Crossing ini bisa menjadi contoh bagi proyek-proyek program pembangunan lainnya, yaitu bahwa komunikasi dengan semua pihak menjadi sangat penting agar persoalan-persoalan non teknis seperti kearifan lokal dan kepercayaan tidak menjadi faktor penghambat.
“Kami berharap dari pertemuan ini, semua elemen yang terlibat mulai dari Parisada, Majelis, unsur kepemudaannya dan masyarakat mari kita duduk bersama, berdiskusi agar persoalan ini klir. Karena ini sebenarnya bukan hanya soal Jawa Bali Crossing saja tetapi ada program kebijakan lain pemerintah. Saya berharap mari kita jadikan Jawa Bali Crossing ini untuk membicarakan hal-hal strategis ke depan,” kata Suwarjoni. (Hardianto/balipost)