Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung meningkat. Ironisnya, kasus KDRT lebih banyak berakhir dengan perceraian.

Karena itu, diperlukan upaya untuk melakukan mediasi agar kasus-kasus KDRT tidak berujung pada kasus perceraian. Ketua Pelaksana Harian P2TP2A Denpasar Luh Putu Anggreni, Jumat (6/4) mengungkapkan, pihaknya merasa heran dengan banyaknya kasus KDRT, termasuk juga kasus hukum yang melibatkan anak-anak.

Baca juga:  Dari Pertemuan Gubernur Koster-Cok Ace di Buleleng, Paket Solid Diharapkan Lanjut Dua Periode

Padahal, pihaknya sudah melakukan sosialisasi terhadap ancaman hukuman yang tinggi kepada pelaku KDRT. Namun, faktanya, kasus KDRT masih saja terjadi.

Dari beberapa kasus yang ditangani selama ini, KDRT disebabkan oleh berbagai faktor. Yang utama, yakni adanya orang ketiga dalam keluarga.

Suami atau istri sering cek-cok akibat adanya kecugiaan salah satu pasangannya memiliki wil ataupun pil. “Ini banyak yang memicu KDRT,” katanya.

Baca juga:  Absen di Denpasar, Atlet PON Bali Jalani Tes Fisik di Undiksha

Selain masalah itu, kondisi ekonomi keluarga juga sering memicu terjadinya KDRT dalam rumah tangga. Miskomunikasi dan pola asuh juga menjadi faktor penyebab terjadinya KDRT dalam rumah tangga. “Yang sudah terlihat saja cukup banyak, namun yang menyembunyikan kasus KDRT yang dialaminya, kemungkinan jauh lebih banyak. Karena karakter masyarakat kita lebih banyak enggan mengungkap aibnya sendiri. Karena itu, mereka tidak akan melaporkan kasus yang dialaminya,” ujar Anggreni.

Baca juga:  Bangun Tidur, Istri Temukan Suami Tak Bernyawa di Samping Rumah

Sementara itu, Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak  pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2 dan KB) Denpasar,  Made Atmajaya mengatakan, upaya pencegahan kasus KDRT telah dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, yakni membentuk Satgas di masing-masing lingkungan. Satgas ini juga untuk meminimalisir kasus kekerasan pada anak. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *