Aiptu Pande Ketut Suteja saat memanen pepaya yang ditanamnya. (BP/ist)

GIANYAR, BALIPOST.com – Kumis tebal dengan wajah yang garang, merupakan gambaran sosok Paur Kesehatan Polres Gianyar, Aiptu Pande Ketut Suteja. Mantan personil Sabhara ini sehari-hari bertugas mengecek kesehatan personil polisi, termasuk kesehatan tahanan di sel Mapolres Gianyar.

Dibalik aktivitas kesehariannya itu, pria asal Desa Bakbakan, Kecamatan Gianyar ini merupakan salah satu petani pepaya yang terbilang sukses. Aiptu Pande Ketut Suteja mengaku berkebun pepaya kalina (California) sebelum dan sepulang jam kantor.

Setiap hari ia ke kebun yang berlokasi di Banjar Kanginan, Desa Bakbakan Kecamatan Gianyar itu. Hal ini pun membuat pria kelahiran 1962 itu jarang di rumah. ” Habis dari kantor, ganti seragam pasti langsung ke kebun. Apalagi pas hari libur, bisa seharian di kebun,” jelasnya.

Diungkapkan, pada lahan seluas 29 are miliknya, Aiptu Pande menanam sekitar 250 pohon pepaya Kalina dengan jarak antar pohon sekitar 2,5 meter. Ia memilih bertani Pepaya, lantaran sudah terbukti lebih menjanjikan memberi keuntungn dari pada tanam padi.

Baca juga:  Masyarakat Banjar Dukuh Tolak Rencana Pembangunan Kereta Gantung

Ia pun menghitung selama 2,5 tahun bertani pepaya ini, sudah dapat untung sekitar 80 juta. “Kalau saya hitung-hitung sampai sekarang ini, ya mendapat untung segitu,” ucapnya.

Satu pohon di kebun miliknya, bisa menghasilkan hingga 35 buah. Maka itu, Aiptu Pande biasa melakukan panen 3 hari sekali, dengan per kg dihargai sekitar Rp 6.000.

Ia pun tak perlu repot memasarkan pepayanya. Sebab, setiap 3 atau 4 hari sekali, ia kerap didatangi langsung ke kebun oleh pembeli. “Setiap petik atau panen, bisa dijual sampai sekitar Rp 1 juta,” ungkapnya.

Di balik keuntungan yang menggiurkan, selama berkebun pepaya, Aiptu Pande juga mengalami banyak kendala. Seperti serangan hama Antraknosa, yang membuat tanaman dan buahnya busuk dibeberapa bagian. Bahkan ia sendiri pernah mengalami gagal panen, akibat cuaca ekstream. ” Waktu cuaca ekstrem dulu, hujan terus turun sehingga pepayanya kelebihan air dan gak berbuah maksimal,” ungkapnya.

Baca juga:  Sepekan Lagi, Inggris akan Hapus Semua Pembatasan COVID-19

Mengalami kegagalan itu tak membuat SPN Kupang 1983-1984 ini patah semangat. Ia terus melakukan perbaikan dalam menjaga tanaman pepaya. Bahkan ia sendiri banyak memperoleh informasi bertani pepaya dari internet. “Berbagai teknik bertani pepaya ini saya dapatkan dari internet. Dari ide awal mau tanam pepaya saya selalu buka internet. Sampai sekarang masih cari-cari informasi di internet,” ujarnya.

Dijabarkan proses bertani pepaya diawali dari biji. Untuk menjadi bibit diperlukan waktu sekitar 42 hari. Setiap bibit ditempatkan dalam kantong polibag hitam berukuran kecil. Tujuannya untuk memudahkan saat memindahkan ke kebun. “Bibit pepaya sangat rentan, sedikit saja akarnya tercabut bisa gagal tanam. Maka itu dikantongi, pas tanam lebih mudah,” jelasnya.

Baca juga:  Ini, Pengaduan Paling Banyak di "Klungkung Masadu"

Dari bibit-bibit ini, perlu waktu sekitar 2,5 bulan untuk berbunga. Selanjutnya panen perdana akan mulai pada saat usia pohon 6 sampai 7 bulan. Usia per pohon, diperkirakan awet bisa sampai 3 atau 3,5 tahun.

Seperti layaknya petani, Aiptu Pande biasa memupuk tanaman pepayanya. Termasuk menyemprotkan fungisida untuk mengusir hama penyakitnya. “Pupuk saya pakai kotoran sapi yang ditimbun dan difermentasi selama 12 hari,” jelasnya.

Ia berharap kesuksesannya dapat memberikan contoh kepada masyarakat sekitar. Bahwa meski sebagai polisi, ia tidak gengsi mengambil pekerjaan yang bersentuhan dengan tanah, air dan terik matahari. “Saya ingin menggugah antusias masyarakat agar mau berkreativitas di usia tua. Seperti saya yang sebentar lagi akan pensiun,” tandasnya. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *