SEMARAPURA, BALIPOST.com – Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) “dipermalukan” dalam apel rutin, Senin (9/4). Yakni, guru olahraga SD Batukandik, Nusa Penida, Wayan Tageg dan Kepala SDN 3 Klumpu, Nusa Penida, Wayan Sadra.
Mereka dinyatakan melanggar kode etik karena tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018. Sanksi sejatinya juga menjerat Kepala Dinas Perhubungan Klungkung, I Nyoman Sucitra. Hanya itu tidak diumumkan.
Berdasarkan pantauan, pada apel yang berlangsung di halaman belakang kantor Bupati itu, dua guru tersebut berbaris di sisi utara menghadap selatan. Sanksi berupa teguran dibacakan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BK-PSDM), I Komang Susana. Sementara untuk Sucitra, meski tak disebut, namun juga hadir saat itu. Berbaris dengan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain mengenakan pakaian adat.
Usai apel, Susana mengatakan perbedaan cara penyampaian sanksi itu mengacu pada regulasi yang ada. “Untuk dua guru, itu mengacu pada PP 24/2004. Sanksinya bisa disampaikan secara terbuka. Untuk Kadishub, sesuai PP 53 tahun 2010. Itu disampaikan langsung kepada yang bersangkutan,” jelasnya.
Penjabat Sementara Bupati Klungkung, I Wayan Sugiada menyebutkan sanksi yang dijatuhkan berdasarkan rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang sebelumnya telah melakukan klarifikasi. “Bagi saya, suka tidak suka harus dikenakan sanksi,” tegasnya.
Netralitas pada hajatan politik lima tahunan ini sudah sering ditegaskan, baik apel maupun pertemuan lainnya. Diharapkan tak ada lagi ASN yang terjerat persoalan serupa. “Saya sudah sering katakan, jangan berpolitik praktis. Baik disengaja maupun tidaj. Baik dalam dinas maupun di luar kedinasan. Jika melanggar, atas kuasa undang-undang akan kena sanksi,” jelasnya.
Kadishub, I Nyoman Sucitra kembali menyampaikan tidak mempersoalkan sanksi sedang yang diberikan, yakni penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun. Berdasarkan informasi yang dihimpun, itu berlangsung dua tahun sekali.
Ia baru mendapatkan kenaikan gaji terhitung sejak Maret 2018, sebesar Rp 140 ribu. Sesuai regulasi, seharusnya itu kembali didapatkan pada 2020. Namun akibat diiganjar sanksi, penerimaannya baru berlangsung pada 2021. “Tidak masalah. Kalau memang mekanismenya seperti itu,” ucapnya.
Sanksi yang diterima itu tak lepas dari kehadirannya dikediaman Cabup I Nyoman Suwirta di Banjar Siku, Desa Kamasan, Klungkung di tengah tahapan kampanye beberapa waktu lalu. Hal serupa juga dilakukan kedua guru tersebut. Mereka menyaksikan deklarasi Teman Suwirta di Lapangan Sampalan, Desa Batununggul, Nusa Penida. (Sosiawan/balipost)