Dede Yusuf. (BP/har)

JAKARTA, BALIPOST.com – Ketua Komisi IX DPR Yusuf Macan Effendi (Dede Yusuf) menyayangkan BP POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) lagi-lagi langsung mempublikasi temuannya hanya berdasarkan dugaan-dugaan terkait bahaya makanan, obat, kosmetik dan produk lainnya. Hal ini sangat berbahaya karena bisa menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Ia mengutarakan sangat mungkin produk yang dikesankan berbahaya dan isu negatif lainnya disebar oleh perusahaan yang menjadi kompetitor. Untuk itu, RUU Pengawasan Obat dan Makanan (POM) akan menyasar persaingan tidak sehat antarperusahaan. “BP POM jangan sedikit-sedikit gelar konpers terhadap temuan atau bahaya makanan, obat, kosmetika yang baru diduga mengandung ini dan itu. Kalau temuannya sudah 100 persen ada bukti kuat, baru dirilis ke masyarakat,” tegas Dede Yusuf dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Hindari Makanan Bercacing, RUU Pengawasan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Rampung Sebelum Ramadhan?” di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/4).

Baca juga:  BPOM Keluarkan Izin Penggunaan Darurat Vaksin AstraZeneca

Menurutnya memasuki perang dagang, dengan hanya diduga berbahaya atau mengandung ini dan itu, maka akan ada produk kompetitor yang akan naik. “Sedangkan produk yang diduga tersebut langsung turun drastis bahkan hilang di pasaran,” ujarnya.

Sebab saat ini, kata Dede, propoganda apapun akan dilakukan kompetitor dengan menghalalkan segala cara hanya untuk kepentingan dagang, dan itu berlaku global. “Jadi, kalau BP POM belum ada bukti kebenarannya 100 % nggak usah konpers,” kata artis yang kini menjadi politisi Partai Demokrat ini.

Baca juga:  Berstatus Ilegal, Kripto Pi Network Belum Terdaftar

Dede memastikan, RUU Pengawasan POM dibentuk agar jangan sampai mengganggu pasar tradisional, produk lokal, dan sebagainya dengan melempar isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh pihak tertentu untuk memmperoleh keuntungan. “Jadi, RUU Pengawasan BP POM ini untuk mengawasi, membina dan bukan untuk menakut-nakuti,” ungkapnya.

Sementara itu dokter Riant Nugroho, pengajar dari Universitas Indonesia menyinggung perang antara negara dengan menggunakan makanan dan obat sebagai ‘senjatanya’. Perang asimetris, menurutnya bukan hanya dengan senjata kimia dan senjata berat tetapi melalui produk makanan, obat, kosmetika, dan sebagainya. “Karena itu ada istilah perang minyak,” tegasnya.

Baca juga:  Ditunda, Sejumlah Tahapan Pilkada Serentak

Oleh karena itu, terpenting dari pembentukan RUU Pengawasan Obat dan Makanan ini adalah melindungi dan membuat produk rakyat yang aman, semua pelaku usaha juga aman, serta memberdayakan usaha produk lokal. “Tugas RUU ini harus memberdayakan produk lokal,” tandasnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *