Bata press yang kini mulai dilirik olah pasar, untuk interior bangunan. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Desa Pejaten, kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan selama ini dikenal sebagai sentra home industry pembuatan genteng. Hampir semua warga bergelut dengan produksi pembuatan genteng. Sentra usaha ini bahkan pernah berjaya puluhan tahun silam dan dikenal dengan sebutan genteng pejaten. Namun lambat laun usaha ini kian lesu dan kalah bersaing dengan adanya genteng dari luar yang kualitas dan harganya jauh lebih bagus. Kondisi ini juga diperparah ketika musim penghujan. Pasalnya proses pengeringan dan pembakaran memakan waktu yang lebih panjang, yang berimbas pada menipisnya keuntungan dari penjualan.

Tidak mau berlarut dalam kelesuan, sejumlah warga akhirnya memilih ‘banting setir’ ke produksi batu bata press (Expo). Seperti yang disampaikan pelaku usaha ternama di desa Pejaten yang terkenal dengan kerajinan Keramik, sekaligus pemilik Tanteri Ceramic Studio, I Putu Oka Mahendra mengatakan pasar genteng belakangan ini mulai berkurang.

Baca juga:  Bappenas Prioritaskan Penanganan SPAM di Nusa Penida

Jika tidak dilakukan inovasi dan kreativitas tentu saja dikhawatirkan perekonomian masyarakat melemah. Dengan tetap memanfaatkan bahan baku yang sama, terobosan yang coba dilakukan yakni pembuatan batu bata press. Tanteri Ceramic pun memiliki perajin bata  press binaan yang turut dibantu dalam hal pemasaran.

Diterangkan Oka Mahendra, jika sebelumnya batu bata yang dikenal masyarakat luas adalah batu bata konvensional yang dibuat dengan teknik tradisional dan bentuknya kurang halus, kini mulai beralih ke batu bata Press dengan teknik pressing (penekanan) menggunakan mesin khusus press sehingga bata yang dihasilkan lebih kuat, padat dan halus.

Bahkan bata press ini sangat cocok dimanfaatkan sebagai interior bangunan dengan nuansa klasik, natural dan bisa dibentuk seperti apa saja, dengan tekstur yang sangat kuat. “Kedepan berbagai macam variasi bata akan menyebar di Pejaten, apalagi permintaan pasar sangat bagus sampai ke Timur Tengah, dan ini masih rintisan,”ucapnya, Rabu (4/11).

Baca juga:  Pendiri Indef, Faisal Basri Meninggal

Salah satu perajin bata press, Ni Made Rai Sukawati (54) asal banjar Pangkung, desa Pejaten, kecamatan Kediri mengaku sebelumnya sejak tahun 1993 bergerak di kerajinan genteng. Namun karena lesunya permintaan akhirnya sejak tahun 2010 berinovasi ke bata press karena lebih menjanjikan. “Awalnya liat contoh di internet tetapi bukan bata melainkan keramik, dari contoh keramik inilah saya coba terapkan dengan bata,”katanya.

Berbekal keinginan mencoba kreasi baru, Rai Sukawati akhirnya membuat batu bata press dengan ketebalan 6 x 20 x 10 centimeter. Sayangnya, untuk uji coba ini sempat mandeg hampir tiga bulan karena tidak ada pasar. Hingga akhirnya ada permintaan dari daerah Jimbaran. Saat itulah pelanggan sempat mengeluh, lantaran ketika bata press dipotong dengan gerinda sangat keras dan debu yang dihasilkan sangat banyak.

Baca juga:  Badung agar Bantu Pemberdayaan UMKM

“Dari keluhan itulah muncul lagi gagasan membuat ukuran lebih kecil yakni ukuran 5 x 20 x 10 centimeter, dan sampai saat ini banyak varian yang terus kita coba  termasuk terracota yang dicetak,” ucapnya.

Seiring perkembangan, diakui Rai Sukawati kerajinan batu bata press miliknya mulai dikenal oleh pasar seperti lombok,  Makassar dan sejumlah daerah lainnya.

Dengan mulai diterimanya bata press di pangsa pasar, kedepan pemilik Tanteri Ceramic berupaya melakukan pengembangan produk salah satunya  terobosan menggabungkan teknologi produk keramik dan bata press yakni bata keramik.

“Sedang kita rancang pengembangan bata ini. Kita tingkatkan suhu pembakaran menjadi 1.100, sehingga penggunaan warna pada bata nanti bisa mendekati bata keramik dan bisa untuk desain interior. Pilot project sudah kita lakukan, jika ini berhasil baru kita perluas ke produksi penduduk,” pungkasnya. (puspawati/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *