DENPASAR, BALIPOST.com – Pengembangan destinasi di luar Bali atau yang lebih dikenal dengan 10 Bali baru diklaim sebagai upaya menyelamatkan pulau dewata. Dengan kata lain, 10 Bali baru bukanlah kompetitor.
Namun memberikan kesempatan bagi Bali untuk mengembangkan quality tourism. “Bali tidak mungkin menampung 100 juta wisatawan mancanegara. Kemana kita bawa, ke luar Bali, sehingga Bali nantinya menjadi quality destination,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Kemenpar, I Gde Pitana dalam Musrenbang Provinsi Bali di Wiswasabha Kantor Gubernur Bali, Kamis (12/4).
Menurut Pitana, wisatawan yang datang ke Bali bisa disaring agar hanya yang ‘berkualitas’ saja. Hal itu dikatakan bisa dilakukan dengan mekanisme produk, mekanisme pasar, dan mekanisme harga.
Misalnya dengan mengembangkan hotel berbintang seharga Rp 25 juta per malam. Maka yang datang kesana pastilah wisatawan yang memiliki kualitas. “Kalau kita mengembangkan produk yang murahan, yang hanya Rp 100 ribu per malam, pasti yang datang mass tourism. Kita pilih mana,” imbuhnya.
Pitana menambahkan, Bali bahkan berkesempatan menjadi Singapura-nya Indonesia. Dimana wisatawan datang, berbelanja, dan menginap di hotel berbintang. Dikatakan, hal ini sudah dikaji secara mendalam sehingga Bali jangan pernah merasa disaingi atau ditinggalkan.
“Justru inilah cara kita untuk menyelamatkan Bali, budayanya, alamnya, lingkungannya dan manusianya. Ketika kami membangun 10 destinasi di luar Bali, dukungan ke Bali justru yang paling besar,” jelasnya.
Hanya saja, lanjut Pitana, pariwisata Bali masih menghadapi beberapa permasalahan mendasar. Diantaranya, pariwisata yang masih numpuk di Bali selatan sehingga harus ada strategi untuk mendistribusikan ke daerah Bali lainnya.
Kemudian, ada over expectation terhadap pariwisata yang mesti diantisipasi sejak awal agar tidak menimbulkan kekecewaan saat ekspektasi itu tidak terpenuhi. Permasalahan lain menyangkut kebocoran ekonomi dengan banyaknya tenaga dari luar yang bekerja di Bali. Baik tenaga kerja asing maupun lokal yang berkecimpung di pariwisata.
“Jangan salahkan orang luar, tanya diri sendiri, sudah siapkah kita mengerjakan itu (pariwisata, red). Jadi, SDM kita harus diperkuat sehingga bisa menjadi pengelola, penikmat, dan pelaku pembangunan pariwisata di Bali,” pungkasnya. (Rindra Devita/balipost)