NEGARA, BALIPOST.com – Para petani kakao di Jembrana sejak tiga tahun belakangan ini mulai sumringah. Hasil produksi kakao para petani merambah pasar Eropa (ekspor).

Dari mulanya hanya beberapa subak abian yang bergabung dalam pola sertifikasi produksi kakao, tahun ini tercatat sudah ada 41 subak yang bergabung menyuplai kakao ekspor. Dari tahun ke tahun, jumlah permintaan untuk pasar luar negeri juga terus bertambah.

Dari sebelumnya tahun 2016 target 100 ton, tahun ini bertambah dua kali lipat yakni 200 ton. Kendati minat subak untuk bergabung banyak, harus melalui uji kelayakan dengan 70 item perseyaratan. Salah satunya, berbasis organik.

“Semua item itu harus terpenuhi Subak agar bisa ikut. Memang agak ketat. Yang paling utama adalah organik. Mulai dari tanaman, pupuk, bahan yang digunakan untuk hama penyakit termasuk lingkungan sosial,” terang Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Komang Ariada.

Baca juga:  Bali Sudah Kembangkan Pertanian Organik Berbasis Budaya

Selain pasar luar negeri, para petani kakao di Jembrana juga memasok perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Khusus untuk pasar ekspor, target tahun lalu yakni 100 ton hanya terealisasi 95 ton.

Hal itu dipicu masa panen yang mundur atau terlambat akibat faktor cuaca ekstrem.  Sehingga kakao agak terlambat panen, tetapi hasilnya masih berkualitas ekspor. “Kalau untuk pasar dalam negeri, rata-rata lima sampai 12 ton kita pasarkan. Sekarang kita fokus pada pasar ekspor agar bisa memenuhi target 200 ton,” tambahnya.

Diharapkan pada tahun ini cuaca kembali bersahabat sehingga target produksi dari puluhan Subak itu bisa terpenuhi. Cuaca ekstrem menjadi salah satu faktor masalah yang paling utama. Sebab, perkembangan pohon kakao ini sangat bergantung dari cuaca.

Baca juga:  Tinggal Selangkah Lagi, RUU Provinsi Bali akan Disahkan

Terkait jumlah Subak tahun ini menurutnya sudah ada 41 subak yang masuk bergabung dari hasil seleksi ketat. Jumlah itu bertambah dari tahun sebelumnya 35 subak.

Dengan hasil yang bisa menyuplai pasar ekspor ini, semakin banyak Subak yang berminat bergabung. Menurut Ariada, dari 147 Subak Abian, pada tahun 2019 nanti akan bertambah lagi untuk bergabung hingga jumlahnya 61 subak.

Kakao Jembrana memiliki citarasa khas dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Salah satu yang membedakan adalah lemak kakao yang dihasilkan dari Kakao Gumi Makepung ini.

Hal itulah yang membuat sejumlah perusahaan pengolahan biji Kakao di Perancis tertarik. Tidak selalu untuk bahan makanan atau minuman, namun biji Kakao ini ini bisa digunakan untuk bahan kosmetik. Terutama untuk lemak dari minyak Kakao.

Bagi para petani, memberikan pendapatan lebih karena harga jual dari produksi kakao ini lebih tinggi. Selain meningkatkan produksi, ke depan juga mulai melakukan  pengolahan kakao terutama dari  usaha kecil dan menengah.

Baca juga:  Pertama Kalinya, Pemkab Jembrana Angkat Pegawai P3K

Salah satu petani Kakao di Pohsanten, Made Sugandi (44), mengatakan hasil yang dirasakan dari hasil pengelolaan empat tahun lalu dengan sistem organik ini saat ini cukup menggembirakan. Dari yang dulunya hanya sekadar menghasilkan, kini menjadi ladang emas.

Karena harga jual hasil panen lebih tinggi dengan metode penanaman dan fermentasi organik yang dipelajarinya. Seluruh pengelolaan dilakukan berdasar organik, mulai dari pupuk hingga  lingkungan sekitar. Sehingga hasil buahnya pun lebih berkualitas dan besar.

Tanaman Kakao kini juga telah ditetapkan sebagai komoditas Industri inti di kabupaten Jembrana. Dari data Jembrana, merupakan penghasil kakao terbesar di Bali dengan luas perkebunan 6.226 hektar dan keterlibatan petani 13 ribu KK. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *